Jakarta (ANTARA News) - Pelapor Khusus PBB mengenai penyiksaan, Manfred Nowak, yang mengakhiri lawatan dua pekannya di Indonesia mengajukan 13 pasal rekomendasi kepada Pemerintah RI guna menghindari terjadinya kasus penyiksaan dan perlakukan atau penghukuman lain yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia. "Sekalipun pemerintah RI telah mengambil langkah-langkah positif namun saya memberikan rekomendasi kepada pemerintah RI untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu agar dapat memenuhi kewajibannya sebagaimana tercantum dalam konstitusi negara serta hukum internasional," kata Nowak di Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Jakarta, Jumat. Sebanyak 13 pasal rekomendasi yang diberikan Nowak, antara lain meminta Pemerintah RI menetapkan penyiksaan sebagai bentuk tindakan kriminal dan memberikan hukum yang sesuai, mengecam secara terbuka praktik penyiksaan dan penganiayaan oleh aparatur negara, membentuk mekanisme investigasi kriminal yang independen, dan memperkenalkan mekanisme penanganan keluhan yang kerahasiaannya terjamin. Kemudian, ia juga merekomendasikan, pengurangan batas waktu untuk penahanan oleh polisi menjadi 48 jam sesuai standar internasional, meningkatkan upaya perlindungan menentang penyiksaan, memastikan otopsi independen dalam ssetiap kematian dalam tahanan. Selain itu, Pemerintah RI diminta mendukung Komnas Hask Asasi Manusia (HAM) menjadi aktor efektif dalam perlawanan terhadap penyiksaan, memastikan pemisahan antara anak-anak dan dewasa, melarang hukuman fisik, membentuk mekanisme pelarangan penyiksaan terhadap perempuan, mengaksesi protokol pilihan dari Konvensi Menentang Penyiksaan dan menghapuskan hukuman mati. Nowak memahami bahwa penerapan sistem peradilan yang sepenuhnya sejalan dengan hukum internasional akan memakan biaya. Oleh karena itu ia meminta agar komunitas internasional mendukung perubahan-perubahan yang diharapkan dilakukan oleh Indonesia itu. Ia juga menggarisbawahi mengenai penahanan kepolisian yang lebih dari 48 jam sebagai salah satu hal yang rentan memicu penyiksaan. Menurut pendapatnya, tahanan lebih rentan terhadap penganiayaan saat berada dalam tahahan polisi daripada penjara Nowak menyebutkan bahwa dirinya sempat menemukan sejumlah kasus penganiayaan dalam kunjungannya ke sejumlah penjara di Indonesia. "Tapi, bukan suatu sistem penganiayaan yang sistematis, jadi lebih tergantung pada individu kepala penjara atau tahanan," katanya. Ia mengemukakan, di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Pasir Putih --penjara dengan pengamanan maksimum di Nusa Kambangan-- dirinya justru tidak menemukan satu pun status penganiayaan, karena kepala penjaranya memiliki komitmen yang tinggi atas martabat manusia. Dia juga mempertimbangkan bahwa penerapan hukuman mati adalah tidak layak dan menilai kerahasiaan eksekusi yang dijalankan merupakan salah satu bentuk pelanggaran terhadap standar HAM internasional. Nowak berada di Indonesia pada 10-23 November atas undangan Pemerintah RI. Dalam lawatannya di Jakarta selain bertemu dengan sejumlah pejabat, ia juga mengunjungi LP, rutan, fasilitas tahanan polisi dan militer serta panti rehabilitasi sosial di Jakarta, Papua, Sulawesi Selatan, Bali, Yogyakarta dan Jawa Tengah. Lokasi-lokasi tersebut dipilih berdasarkan alokasi waktu yang tersedia. Tujuan dari kunjungannya itu adalah untuk menilai situasi penyiksaan dan penganiayaan di Indonesia dan untuk menawarkan bantuan kepada pemerintah RI dalam usahanya untuk meningkatkan sistem administrasi peradilan, termasuk dalam sektor kepolisian dan penjara. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2007