Bengkulu (ANTARA News) - Provinsi Bengkulu berhak menerima kompensasi hutan dari kalangan internasional Rp50 triliun karena telah menyumbang O2 (oksigen) cukup banyak bagi dunia, kata Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu Khairil Burhan di Bengkulu, Selasa. "Kita memiliki hutan dua pertiga dari total luas wilayah 1,9 juta hektare lebih, dengan kondisi hutan seluas itu maka Provinsi Bengkulu berhak menerima kompensasi Rp50 triliun," katanya. Menurut dia, kompensasi hutan dihitung berdasarkan O2 yang dihasilkan. Untuk setiap ton O2 dihargai 15 dolar Amerika Serikat (AS). Satu hektare lahan bisa memproduksi 350-500 ton O2. Ia juga menilai, usulan bantuan kompensasi yang diajukan Gubernur Bengkulu Agusrin Maryono Najamuddin pada pemerintah AS sebesar Rp2,9 triliun masih terlalu kecil dibandingkan luas hutan dan O2 yang dihasilkan. Khairil juga menjelaskan, peluang negara-negara pemilik hutan tropis termasuk Indonesia untuk mendapatkan kompensasi kini mulai ada "titik terang", setelah adanya pengakuan terhadap "Protocol Kyoto" dari Perdana Menteri Australia yang baru Kevin Rudd. "Kevin Rudd itu mengakui `Protocol Kyoto" dan rencananya akan hadir dalam konferensi internasional perubahan iklim yang akan digelar 3-14 Desember 2007, di Bali, ini memberikan harapan bagi kita untuk mendapatan kompensasi itu," katanya. Selama ini, negera-negara maju di dunia khususnya Amerika Serikat (AS) tidak mau mengakui "Protocol Kyoto", karena itu juga tidak mau memberikan kompensasi bagi negara-negara yang memelihara hutan, meski mereka mendapat pasokan O2. "Australia merupakan sekutu AS, jadi kita harapkan Kevin Rudd bisa membujuk pemerintah As untuk segera memberikan kompensasi itu," katanya. Provinsi Bengkulu, sangat membutuhkan kompensasi itu untuk memelihara hutan yang sangat luas. Dengan keterbatasan anggaran yang dimiliki, daerah itu tak mampu menjaga dan memelihara hutan yang ada. Menurut Khairil, jika kompensasi telah diterima maka pemeliharan hutan akan lebih optimal dan kawasan yang gundul dapat segera dihijaukan kembali. Mengenai kegiatan penghijauan hutan yang kritis, telah diprogramkan untuk terus dilakukan penanaman sehingga ke depan tidak ada lagi lahan kritis atau gundul. Lahan-lahan kritis itu akan ditanami pohon berbuah seperti durian dan kemiri sehingga nantinya selain berfungsi sebagai hutan penyangga ekosistem dan konservasi juga produksi yang hasilnya bisa dirasakan oleh masyarakat.(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007