Jakarta, (ANTARA News) - Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Provinsi Maluku Utara (MAlut) disarankan menggugat ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) kepada anggota KPU Pusat dan ke MA atas tindakan sewenang-wenang memberhentikan dua anggotanya serta tindakan pembatalan Keputusan KPUD Malut atas pemenang pilgb Malut, kata sejumlah pakar. Pakar Hukum dari UI Dr Andi M Asrun, SH, pengamat politik dari CSIS Indra J Pilliang dan Ketua LSM Lingkar Madani Ray Rangkuti menyatakan hal itu dalam diskusi "Siapakah Gubernur Malut Versi KPUD atau KPU Pusat yang akan dilantik Mendagri" di Jakarta, Selasa sore. Menurut Andi M Asrun, tindakan KPU Pusat yang memberhentikan sementara Ketua KPUD Malut Rahmi Husen dan anggota KPUD Malut Nurbaya Sulaeman yang hanya menggunakan berita acara bukan berdasarkan surat keputusan KPU, adalah tindakan sewenang-wenang sehingga KPU Pusat dapat digugat ke PTUN untuk mencabut pemberhentian tersebut. Selain itu, tindakan KPU pusat yang membatalkan SK KPU Malut No 20/2007 tentag penetapan pasangan cagub terpilih dari hasil rekapitulasi akhir Pilgub Malut juga dinilai Asrun, menyalahi kewenangannya, karena yang berwenang menetapkan penghitungan suara terkahir yaitu KPUD malut, sehingga tindakan tersebut dapat diajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA). "Jika memang KPU Pusat menilai terjadi kesalahan prosedur dalam rekapitulasi terakhir penetapan calon terpilih pilgub Malut, maka melakukan investigasi atau langsung melakukan gugatan ke PT Malut dan MA," katanya. Pengamat politik Ray Rangkuti menyatakan senada sebaiknya KPUD Malut dan pasangan yang merasa dirugikan atas rekapitulasi suaranya oleh KPU Pusat segera menempuh jalur hukum. Rapat pleno KPU Pusat dalam penentuan hasil pilgub Malut di Kantor KPU Jakarta, Kamis (22/11), yang dihadiri ketuanya A Hafiz Anshary dan tiga anggota KPU lainnya, yaitu Andi Nurpati, Endang Sulastri, dan I Gusti Putu Artha, menetapkan pasangan Gafur/Fabanyo dinyatakan unggul, dengan meraih 181.889 suara, sedangkan Armaiyn/Kasuba hanya mendapat 179.020 suara. Keputusan KPU Pusat itu berbeda dengan KPUD Malut yang diumumkan ketunay M Rahmi Husen di Jakarta (18/11) menetapkan, Armaiyn/Kasuba memenangi pilgub. Pasangan itu meraih 179.020 suara (37,26 persen), sedangkan Gafur/Fabanyo mendapat 178.157 suara (37,08 persen). Sementara itu Indra J Pilliang menegaskan, KPUD Malut yang bertanggujawab menyelenggarakan pilgub mulai proses awal sampai penghitungan suara akhir, sehingga jika ditemukan tindakan pidana seperti penggelembungan suara atau ada pihak yang tidak puas, cukup diserahkan ke jalur hukum. "Selain penyelesaian jalur hukum, KPU Pusat berfungsi sebagai supervisi dapat Pilgub Malut, dapat memutuskan dilakukan pilgub ulang di Malut," katanya. Menurt Indra, rapat KPU pusat untuk menyelesaikan rekapitulasi akhir pada pilgub Malut belum ada peraturan pelaksanaan, sedang dilihat korum juga tak memenuhi syarat, hanya diikuti empat dari lima anggota KPU Pusat, dua diantaranya tidak hadir hanya menyetujui lewaks faksimili dari Australia. Pada kesempatan terpisah, mantan anggota KPU Chusnul Mar'yah menyatakan, penyelesaian masalah pada penyelenggaraan pilgub Malut seharusnya menggunakan mekanisme hukum yang benar, sehingga keputusan KPU Pusat yang mengambil alih masalah tersebut tidak menimbulkan masalah baru. "KPU Pusat tidak punya dasar hukum untuk menghitung ulang rekapitulasi pilgub Malut," katanya. Chusnul juga menilai Pilkada dan keputusan KPU Provinsi di Malut adalah sah. KPU Pusat tidak mungkin mengadakan Pilkada ulang dan tidak ada mekanisme dalam SK KPU untuk menghitung perolehan suara kembali di KPU. Kalau ada TPS yang menggelembungkan suara, maka penghitungan suara hanya untuk TPS tersebut, bukan menghitung semua.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007