Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi I DPR RI, Afifudin Thaib, di Jakarta, menilai bahwa Letjen TNI Sjafri Sjamsoedin merupakan sosok prajurit yang mempunyai kemampuan pas untuk memimpin TNI Angkatan Darat. "Sjafri adalah prajurit yang punya kemampuan sejak di Akademi Militer (Akmil) sampai saat ini. Kemampuannya memimpin TNI Angkatan Darat (AD) tak usah diragukan lagi," tegas purnawirawan jenderal berbintang tiga itu. Afifudin Thaib mengatakan hal tersebut kepada ANTARA News menanggapi adanya enam jenderal, termasuk Letjen TNI Sjafrie Sjamsoedin, yang dianggap paling berpeluang jadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), menggantikan Jenderal TNI Djoko Santoso. Djoko Santoso sendiri kini akan menghadapi uji kelayakan dan kepatutan (fit and propper test) oleh Komisi I DPR RI, karena diusulkan Presiden RI menjadi Panglima TNI menggantikan Marsekal TNI Djoko Suyanto yang memasuki masa pensiun. Nama Sjafrie Sjamsoedin begitu mendapat sorotan sejumlah kalangan karena masa lalunya yang dianggap bermasalah, terutama dikait-kaitkan dengan peristiwa Semanggi maupun Trisakti saat menjadi Panglima Komando Daerah Militer Jakarta Raya (Pangdam Jaya) pada saat awal bergulirnya Reformasi 1998. "Kita tidak boleh terbiasa menghukum seseorang, tetapi mari menghormati azas praduga tak bersalah, apalagi dibawa ke ranah politik. Tidak bagus bagi bangsa ini," tegas Afifudin Thaib lagi. Bagi Afifudin Thaib, pencalonan Sjafrie Sjamsoedin yang kini menjabat Sekjen Departemen Pertahanan (Dephan) RI itu, dapat diterima secara rasional serta objektif. "Karena yang bersangkutan memang punya kemampuan `leadership`. Juga punya keunggulan otak, jujur dan pengalamannya yang banyak akan membawa TNI AD lebih profesional," ujar Afifudin Thaib. Selain Sjafrie Sjamsoedin, beberapa perwira tinggi yang dianggap berpeluang menjadi KSAD, antara lain Wakil KSAD Letjen Kornel Simbolon (Lulusan Akmil Angkatan 1973), Komandan Pendidikan dan Latihan TNI AD (Kodiklatad), Letjen Bambang Darmono (1974), Sekretaris Menko Polhukam Letjen Agustadi Sasongko Purnomo (1974) dan Panglima Kostrad Letjen George Toisutta (1975). Secara terpisah, pengamat militer dari Pusat Kajian Strategis (CSIS), DR Kusnanto Anggoro, menilai bahwa dalam memilih Kepala Staf TNI Angkatan Darat, antara lain pakai saja ukuran-ukuran objektif dan jangan ambil yang sudah tua, atau bermasalah dengan masa lalu. "Iya, menurut saya, pake aja ukuran objektif, yakni `tour of duty`, kompetensi operasi, `track record`, plus untuk kepentingan reformasi di lingkup TNI Angkatan Darat dan TNI pada umumnya," katanya kepada ANTARA. Yang tidak kalah pentingnya dalam merekrut seorang pimpinan tentara, termasuk Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), menurutnya, ialah, hitung juga biaya politik dalam negeri dan internasional. Selain itu, lanjutnya, lihat pula usia pensiunnya. "Dari catatan saya, sebagian dari yang enam (yang dianggap berpeluang jadi KSAD) itu, habis tahun depan. Dan ini tidak bisa diperpanjang, karena dekat Pemilu," tegasnya. Memilih perwira untuk pimpinan dari kelompok yang sedang akan memasuki masa purna tugas, akan merepotkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2007