Jakarta (ANTARA news) - Direktur Administrasi dan Perbatasan Ditjen Pemerintahan Umum Departemen Dalam Negeri, Kartiko Purnomo menyebutkan, ada 10 masalah perbatasan RI-Malaysia seperti perlunya pengukuran ulang di perbatasan Tanjung Datu karena hasil pengukuran bersama tidak sesuai. Hal itu, disampaikan Kartiko dalam acara Lokakarya Penataan Batas-batas Daerah dan Pengembangan Daerah Perbatasan Negara di Anyer, Banten, Sabtu (8/12) sampai Minggu (9/12). Permasalahan kedua, di perbatasan Gunung Raya, garis batas Gunung Raya I dan II, hasil "joint survey" tidak dapat disepakati oleh kedua belah pihak. Ketiga, G Jagoi/S Buan kenyataan di lapangan tidak sesuai dengan Konvensi 1928, permasalahan keempat di perbatasan Batu Aum penerapan arah dan jarak tidak diterima kedua belah pihak. Masalah kelima adalah Titik D 400, hasil survei RI-Malaysia tahun 1987/1988 tidak menemukan watershed. Keenam, di Pulau Sebatik, kedua tim survei menemukan tugu di sebelah barat P.Sebatik berada pada bagian Selatan posisi yang seharusnya 4 derajat, 20", sehingga RI dirugikan. Permasalahan ketujuh, di perbatasan S Sinapad yakni, Muara S Sinapad berada di Utara dari Lintang 4 derajat 20" Lintang Utara, tidak sesuai dengan Konvensi 1891 dan 1915. Kedelapan, permasalahan di perbatasan S.Semantipal, oleh pihak Malaysia disampaikan keluhan ltentang etak Muara S.Simantipal (minta pengukuran ulang). Permasalahan kesembilan, Titik C 500 - C 600, pihak Malaysia mengeluhkan watershed dipotong sungai. Permasalahan ke-10 adalah B 2700 - B 3100 hasil ukuran bersama menunjukkan penyimpangan sehingga Malaysia dirugikan. "Seluruh permasalahan perbatasan tersebut, belum ada satu pun yang selesai," kata Kartiko. Namun meskipun begitu, Kartiko mengaku sudah ada kesepakatan kedua negara untuk menyelesaikan permasalahan dari kawasan Timur yakni dari Pulau Batik, lalu kemudian ke arah Barat.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007