Jakarta (ANTARA News) - Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) berencana membuat peraturan yang mewajibkan operator seluler membangun telepon umum menyusul belum terpenuhinya kuota pemasangan layanan publik tersebut oleh penyelenggara jaringan tetap (jartap). "Soal pembangunan telepon umum ini bisa kita bebankan kepada operator seluler, apalagi margin operator seluler lebih besar ketimbang penyelenggara jartap jadi kita ingin mereka ikut berkontribusi," ujar Anggota BRTI Kamilov Sagala di sela-sela acara Telecommunication Infrastructure Summit 2007 di Jakarta, Rabu. Kamilov mengatakan, kewajiban membangun telepon umum bagi operator seluler juga dimaksudkan untuk pemerataan kewajiban antar penyelenggara telekomunikasi. Dia menjelaskan paling tidak ada dua keuntungan dari pemberian kewajiban ini, yakni percepatan pemenuhan kuota dan pengurangan jumlah telepon umum yang harus dibangun masing-masing operator. Kamilov juga mengatakan BRTI akan mengeluarkan peringatan kedua bagi empat operator pemegang lisensi jaringan tetap (jartap) karena mereka belum juga memenuhi kuota pembangunan telepon umum sebanyak 3 persen dari jumlah total kapasitas terpasang. "Kita akan keluarkan peringatan kedua. Kalau bisa mengadakan rapat pleno bulan Desember ini, maka kita bisa keluarkan surat peringatan bulan Desember ini," kata Kamilov. BRTI sendiri telah mengeluarkan peringatan pertama kepada keempat pemegang lisensi jartap karena belum memenuhi kuota pembangunan 3 persen telepon umum. Berdasarkan Keputusan Menhub No KM 20/2001 tentang penyelenggaraan jaringan telekomunikasi serta Keputusan Menhub No KM 21/2001 tentang penyelenggaraan jasa telekomunikasi, operator pemegang lisensi jaringan tetap (jartap) mempunyai kewajiban pembangunan telepon umum adalah 3 persen dari total kapasitas terpasang. Empat penyelenggara jartap PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom), PT Indosat Tbk (Indosat), PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL), dan PT Batam Bintan Telekomunikasi (Babintel) seringkali mengeluhkan aturan tersebut karena terlalu tinggi dan meminta kepada BRTI untuk menurunkan kewajiban dari 3 persen menjadi 1 persen. "Kami pernah mendengar itu, tapi belum ada permintaan resmi dari mereka," kata Kamilov sehingga tanpa permintaan resmi BRTI tidak mungkin merevisi kebijakan itu. Akan tetapi dengan direncanakannya kewajiban bagi operator seluler untuk membangun telepon umum, Kamilov memperkirakan, kewajiban 3 persen itu bisa dikurangi menjadi sekitar 1-2 persen. Sebelumnya, VP Public Marketing and Communication Telkom Eddy Kurnia mengatakan pemenuhan 3 persen kewajiban itu terlalu besar apalagi di tengah kemunduran popularitas penggunaan telepon umum. "Nampaknya kebijakan soal telepon umum perlu ditinjau ulang karena saat ini secara fungsional sudah sangat jarang digunakan," kata Eddy Kurnia. Telkom sendiri baru memenuhi 0,55 persen atau sekitar 46.000 SST (satuan sambungan telepon) dari 13 juta SST total kapasitas terpasang miliknya dari kewajiban 3 persen yaitu sebanyak 390.000 unit telepon umum. Sedangkan Direktur Pemasaran Indosat Guntur S Siboro meyakinkan bahwa sampai akhir Desember ini pihaknya tidak mungkin memenuhi pembangunan telepon umum sampai 3 persen. "Belum akan terpenuhi karena perlu waktu," kata Guntur. Indosat saat ini mempunyai 300 unit telepon umum yang dipasang di Surabaya , Bandar Lampung, Palembang , Semarang , dan Bandung dari kewajibannya sebanyak 3 persen atau 70-100 ribu unit dari total 2,6 juta SST milik Indosat. Guntur mengatakan bagaimanapun kewajiban tersebut akan dipenuhi secara bertahap meskipun sulit. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007