Surabaya (ANTARA News) - Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya tetap ingin menjadi "fakultas demokrasi" sejak awal berdiri pada 23 Desember 1977. Obsesi itu dikemukakan Dekan FISIP Unair Surabaya Drs I Basis Susilo MA dalam pidato Dies Natalis ke-30 FISIP Unair Surabaya, Rabu, yang dimarakkan peluncuran buku Prof Soetandyo W MPA. "Obsesi pendirian FISIP adalah menghapus sekat-sekat dan arogansi spesialisasi keilmuan. Saat mendirikan FISIPI, Pak Tandyo (Prof Soetandyo) dan teman-teman waktu itu ingin mewujudkan suatu cita-cita pendidikan yang penuh obsesi menawarkan pendekatan multidisiplin dalam ilmu-ilmu sosial," katanya. Menurut Basis, awal pendirian FISIP pada 23 Desember 1977 ada dalam suasana Orde Baru yang sedang menancapkan kekuasaan. "Demokrasi tidak berkembang dan tidak dikembangkan, tetapi diberangus rezim Orde Baru. Pluralisme dipasung dengan penyeragaman dimana-mana dan di tiap-tiap aspek kehidupan, termasuk pendidikan," katanya. Di kampus, ada arogansi spesialisasi keilmuan. "Dalam suasana yang demikian, fakultas kita lahir dan berkembang dengan menawarkan sesuatu yang bercirikan multidisiplin-pluralisme, bebas- demokratis-kritis, kreatif-inovatif dan luwes menghadapi tantangan dan peluang," katanya. Di bawah suasana politik nasional yang tidak kondusif untuk bebas-demokratis-kritis ketika itu, fakultas memilih untuk melakukan kegiatan yang bersangkutpaut dengan upaya-upaya belajar ilmu yang bersuasana kebebasan. "Suasana demokratis telah dikembangkan dalam hubungan antardosen, antara dosen dan mahasiswa maupun antara pimpinan dan bawahan. Antar dosen, motivasi selalu harus lebih didahulukan daripada perintah, dan koordinasi harus lebih dipentingkan daripada perekayasaan sentral yang dipaksakan," katanya. Dalam suasana yang demokratis itu, para civitas FISIP bisa bersikap kritis terhadap permasalahan yang dihadapi. "Kebebasan, demokrasi dan kekritisan itu menjadi oase di tengah-tengah paradigma negara birokratik dan tidak menghargai demokrasi," katanya. Ia mengenang masa-masa Prof Soetandyo, Pak Adi, dan Pak Koento yang setiap diskusi Rabu-an membahas bersama-sama dosen dan mahasiswa secara kritis. "Siapapun yang sempat menikmati belajar di fakultas kita ini di akhir dasawarsa 1970-an dan awal 1980-an tentu merasakan betapa fakultas kita menjadi komunitas belajar yang kreatif-kritis- produktif," katanya. Kini, FISIP yang semula hanya memiliki satu program studi (prodi) sudah menjadi 11 prodi yakni tujuh prodi S-1, dua prodi D-3, dan dua prodi S-3, bahkan dua fakultas baru lahir dari FISIP yakni Fakultas Psikologi (1993) dan Fakultas Sastra (1998).(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007