Jakarta (ANTARA News) - Kuasa Hukum Salim Group Perry Cornelius menegaskan, sejak pemerintah --yang dalam hal ini BPPN-- menetapkan pinjaman Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang dikucurkan pada Bank Central Asia (BCA) dikonversi menjadi saham pemerintah (92,8 persen), kewajiban Salim Group terhadap kucuran dana BLBI otomatis menjadi tidak ada dan beralih pada pemerintah. Hal itu disampaikan Perry Cornelius di Jakarta, Kamis (13/12), untuk menegaskan kembali bahwa dalam kasus BLBI yang kini tengah disidik kembali Kejagung, Salim Group hanya punya kewajiban penyelesaian utang-utang dari berbagai perusahaan Salim Group sebagai debitor kepada BCA sebagaimana tertuang dalam perjanjian MSAA. Diurai Perry Cornelius, sejak terjadi krisis di Indonesia pertengahan 1997, terjadi depresiasi nilai rupiah yang sangat tajam. Pemerintah akhirnya meminta bantuan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia yang dituangkan dalam letter of intent (LoI) untuk menanggulangi krisis. Namun, kerusuhan di Jakarta yang terjadi pada 13-15 Mei 2007 yang diikuti pergantian kepemimpinan nasional, telah mengakibatkan terjadinya penarikan dana secara besar-besaran (rush) oleh nasabah BCA. "Rush menyebabkan BCA untuk menerima fasilitas diskonto dari BI sebanyak tiga kali. Namun karena pemerintah menilai BCA telah memenuhi syarat untuk ditetapkan dalam program rekapitulasi bank, akhirnya kucuran BLBI dikonversi menjadi saham pemerintah," kata Perry seraya menambahkan dengan demikian BLBI yang dikucurkan ke BCA telah diselesaikan sendiri oleh bank tersebut. "Jadi kewajiban yang harus diselesaikan Salim Group bukanlah BLBI, tapi utang perusahaan-perusahaan Salim Group ke BCA yang sudah dikuasai pemerintah saat itu," ujar Perry. Untuk membayar utang-utang Salim Group pada BCA senilai Rp52,7 triliun, menurut Perry, BPPN akhirnya memakai jasa empat perusahaan jasa untuk menaksir aset-aset yang dimiliki Salim Group. "Salim Group diwajibkan membayar utang-utangnya dengan menyerahkan 108 perusahaan yang hingga kini masih beroperasi dan menguntungkan ditambah dengan uang cash Rp100 miliar," papar Perry. Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan MSAA tersebut, kata Perry, telah tertuang dalam Ketetapan MPR No VIII/2000, UU No 25 tahun 2000 tentang Propenas, Inpres no 8 tahun 2002 dan keputusan Mahkamah Agung No 03/G/HUM/2003. "Salim Group tidak dilibatkan sama sekali dalam proses penjualan saham perusahaan yang dilakukan oleh BPPN dan PT Holdiko Perkasa. Jumlah recovery rate atas penjualan saham sekitar 38 persen," ujarnya. Berdasarkan keputusan KKSK dan persetujuan Meneg BUMN, lanjut Perry, BPPN akhirnya menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL) pada 11 Maret 2004 yang menyatakan Salim Group telah menyelesaikan seluruh kewajibannya kepada BPPN berdasar MSAA. "Otomatis sejak itu sebenarnya Salim Group telah diberikan pembebasan dan pelepasan dalam rangka pemberian jaminan kepastian hukum," tutur Perry Cornalius. Sedang berdasarkan laporan BPK no 346/XII/11/2006 tambah Perry, BPK berpendapat dalam pelaksanaan MSAA tidak terdapat ketidaksesuaian material dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007