Surabaya (ANTARA News) - Raja monolog, Butet Kartaredjasa melontarkan otokritik pada komunitasnya sendiri. "Seniman itu memang begitu, menangnya sendiri terus, diskriminatif," kata putra koreografer terkemuka, mediang Bagong Kussudiardjo, di Surabaya, kemarin. Seloroh itu ditujukan saat Butet melihat Djaduk Ferianto, adiknya yang mendukung pementasan itu terlihat sedang merokok. "Orang berbudaya itu kalau nonton pementasan mematikan handphone dan tidak merokok," katanya. Namun, Butet melanjutkan, "Kecuali pemainnya". Kata-kata itu tentu saja memancing penonton di Gedung Cak Durasim, komplek Taman Budaya Jawa Timur (TBJT) Surabaya, tertawa. Pada awal pementasan monolog "Sarimin", lelaki yang pernah kuliah di Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesia (1982-1987) itu mengingatkan bahwa para penonton monolog Sarimin adalah orang-orang berbudaya. Dan sebagai orang berbudaya, penikmat seni dan seniman harus bisa mengapresiasi tontonan dengan baik, kata pria kelahiran Yogyakarta, 21 November 1961 itu. Suami dari Rulyani Isfihana itu tampil memukau di hadapan penikmat seni Surabaya. Apalagi, guyonan yang dilontarkan sering menggunakan gaya khas Surabaya dan seting lokal, seperti lokalisasi Doly yang sangat terkenal. Pada monolog itu diceritakan, Sarimin, pengamen Topeng Monyet yang menjadi korban kesewenang-wenangan aparat hukum, mulai dari polisi, pengacara dan hakim. Padahal kasusnya, Sarimin hanya menemukan KTP milik seorang hakim agung.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007