Semarang (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan kebijakan dasar Indonesia lebih mengutamakan pendekatan politik dan diplomasi dalam menghadapi sengketa dengan negara lain. "Sementara, jika menghadapi (gangguan) keamanan dan ketertiban masyarakat, kita lebih mengutamakan (pendekatan) hukum dan sosial," kata Presiden Yudhoyono pada upacara Prasetya Perwira (Praspa) TNI dan Pelantikan Perwira TNI/Polri di Akademi Kepolisian (Akpol) Semarang, Senin, Namun demikian, kata Presiden, TNI harus senantiasa menggunakan kekuatan militer untuk mempertahankan keutuhan dan kedaulatan negara. Tentu saja, lanjut Presiden, cara ini merupakan jalan terakhir apabila memang benar-benar sudah tidak ada cara yang lain. "Janganlah kita balik, sebab kalau terlalu mudah dan terlalu cepat menggunakan kekuatan militer dalam (menghadapi) konflik antarbangsa atau menggunakan pendekatan keamanan dalam mengatasi permasalahan dalam negeri, akan kontra-produktif dan pengorbananan melebihi kepatutannya," katanya. Indonesia, menurut Kepala Negara, harus tetap menjadi bangsa yang tegas, arif, dan cerdas. "Kita harus mampu membedakan antara tujuan dan cara untuk mencapai tujuan itu. Cara yang kita pilih harus sesuai dengan bingkai konstitusi dan nilai-nilai demokrasi, serta sesuai dengan kemampuan pembiayaan negara yang telah kita hitung secara saksama," kata Presiden Yudhoyono. Pada hakikatnya, cara berpikir seperti ini juga berlaku bagi pengambilan keputusan dan penetapan kebijakan nasional yang sangat fundamental dan strategis, serta menyangkut kepentingan rakyat. "Kedaulatan dan keutuhan negara adalah harga mati, demikian pula pentingnya memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat sebagai prasyarat berlangsungnya pembangunan," katanya. Presiden mengatakan bangsa Indonesia perlu memetik pelajaran dari masa lalu, agar tidak keliru memilih cara terbaik yang paling cepat untuk mengatasi ancaman terhadap keutuhan kedaulatan negara serta gangguan keamanan dalam negeri. Di sisi lain, Presiden mengatakan, dalam suasana kehidupan yang menghadirkan kebebasan, penghormatan terhadap hak asai manusia, dan keterbukaan dengan masyarakat global dewasa ini, tetap memerlukan stabilitas dan kondisi dalam negeri yang baik, yaitu politik, ekonomi, sosial, maupun keamanan. Stabilitas yang dituju, menurut Kepala Negara, adalah stabilitas yang ditandai dengan kemampuan untuk mengelola semua permasalahan dan goncangan agar tidak menjadi instabilitas yang dapat menghambat Indonesia untuk membangun kembali setelah dilanda krisis beberapa tahun lalu. Sebanyak 942 taruna dari TNI/Polri dilantik menjadi perwira. Mereka terdiri lulusan Akademi Militer (Akmil) Magelang sebanyak 291 orang, Akademi Angkatan Laut (AAL) Surabaya 192 orang, Akademi Angkatan Udara (AAU) Yogyakarta 165 orang, dan Akademi Kepolisian (Akpol) Semarang sebanyak 294 orang. (*)

Pewarta: muhaj
COPYRIGHT © ANTARA 2007