Jakarta (ANTARA) - PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) menilai faktor global akan menjadi faktor risiko terbesar bagi pasar saham Indonesia.

Portfolio Manager PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Andrian Tanuwijaya mengatakan salah satu faktor global tersebut adalah perkembangan negosiasi dagang antara Amerika Serikat dengan China.

"Gagalnya negosiasi dagang dapat memicu kembali ketidakpastian bagi pasar dan dunia usaha yang dapat berdampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi. Namun sebaliknya, perkembangan positif negosiasi dagang dapat menjadi katalis bagi sentimen pasar," ujar Andrian dalam keterangan resmi yang diterima Antara di Jakarta, Jumat.

Selain risiko tersebut, sentimen yang dapat berdampak bagi pasar Indonesia adalah Morgan Stanley Capital International (MSCI) "rebalancing" di akhir Mei. Porsi saham Indonesia dalam indeks MSCI berpotensi berkurang karena dimasukkannya saham China A-shares ke dalam indeks.

"Walau demikian ini merupakan "one-off event" yang sudah diperkirakan pasar dan hanya bersifat sentimen jangka pendek," kata Andrian.

MSCI Index adalah indeks yang dibuat oleh Morgan Stanley Capital International untuk mengukur performa pasar di area tertentu. Lebih dari 160.000 indeks yang dibentuk oleh MSCI. MSCI melakukan "rebalancing" setiap Mei dan November untuk MSCI Indonesia Index.

Rebalancing sendiri adalah aktivitas merombak isi dari portofolio saham-saham yang menjadi pembentuk perhitungan indeks. MSCI memilih saham-saham yang mudah diperdagangkan alias likuid, ada investor aktif, dan tanpa batasan dari pemilik perusahaan.

Andrian menuturkan, terdapat sejumlah katalis yang diharapkan dapat mendorong kinerja pasar saham Indonesia. Pertama, Indonesia sudah melalui pemilu yang berjalan dengan aman.

"Berlalunya pemilu menghilangkan sentimen ketidakpastian politik yang sebelumnya sempat membayangi pasar," ujar Andrian.

Selain itu, pihaknya memandang adanya potensi Bank Indonesia untuk memangkas suku bunga tahun ini. Dengan The Fed yang diperkirakan akan menahan tingkat suku bunga, kondisi ini membuka ruang gerak bagi BI untuk memangkas suku bunga.

Penurunan suku bunga dapat menjadi sinyal bagi pasar bahwa BI sudah beranjak lebih pro pertumbuhan (pro-growth) , dan berpotensi menjadi katalis positif bagi pasar finansial Indonesia.

"Faktor-faktor tersebut ditambah basis fundamental ekonomi domestik yang sehat menurut kami dapat menjadi daya tarik pasar saham Indonesia dan menarik bagi investor asing," kata Andrian.
Baca juga: Manulife Aset Manajemen tetap prediksi IHSG akhir tahun 6.900-7.100

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA 2019