Beijing (ANTARA News) - Beijing menyambut baik langkah Amerika Serikat (AS) yang menolak referendum Taiwan untuk bergabung dengan PBB dan tetap menyatakan mendukung kebijakan satu Cina. "Cina menghargai posisi dan sikap Amerika Serikat dalam beberapa kesempatan mengenai dukungan terhadap kebijakan Satu Cina," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina Qin Gang, dalam pernyataan tertulis melalui situs, di Beijing, Senin. Hal tersebut dikemukakan menanggapi pernyataan Menlu AS Condoleezza Rice yang mengatakan, "Amerika Serikat mendukung kebijakan satu Cina dan menentang referendum Taiwan untuk bergabung dengan PBB sebagai "provokatif". Menurut Gang, pihaknya sangat berharap Amerika Serikat akan terus melanjutkan upaya yang efektif dan bersama Cina mencegah keinginan Taiwan untuk memisahkan diri dari Cina dalam upaya untuk mencapai "Kemerdekaan Taiwan". Kerja sama dengan Amerika Serikat, katanya, juga termasuk upaya referendum menjadi keanggotaan PBB dalam upaya untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Teluk Taiwan. "Kami mendukung dan menghargai pernyataan Menlu Condoleezza Rice dan kami menghargai langkah yang telah diambil," kata Gang. Pemerintah Amerika Serikat melalui Menlu Condoleezza Rice akhir pekan lalu mendukung kebijakan satu Cina dan menentang referendum Taiwan untuk bergabung dengan PBB sebagai "provokatif. "Di Teluk Taiwan ... Amerika Serikat tetap terikat komitmen pada perdamaian dan keamanan. Kita memiliki kebijakan satu Cina dan kami tak mendukung kemerdekaan bagi Taiwan," kata Rice. "Kami kira referendum Taiwan untuk mengajukan permohonan ke PBB dengan nama Taiwan adalah kebijakan yang provokatif," katanya. Ia mengatakan, pihaknya tidak perlu untuk menaikkan ketegangan di Teluk Taiwan dan itu tak memberi keuntungan nyata bagi rakyat Taiwan di kancah internasional. "Itu lah sebabnya mengapa kami menentang referendum ini," kata Rice. Taiwan, dengan nama resminya Republik Cina, kehilangan kursinya di PBB dari Cina pada 1971. Berbagai upaya dalam 14 tahun terakhir untuk bergabung kembali dengan badan dunia tersebut dengan menggunakan nama "Republik Cina" telah berulang-kali dihalangi oleh Beijing, yang menganggap pulau itu sebagai bagian dari wilayahnya yang menunggu penyatuan kembali. Kedua pihak berpisah pada akhir perang saudara 1949.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007