Samarinda (ANTARA News) - RSUD AW Sjahranie di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), menemukan penderita Ambiguous Genitalis (kelamin ganda), yaitu seorang bocah yang berusia lima tahun, dengan memiliki kelamin wanita dan pria. "Kasus ini tergolong langka dan baru pertama kali terjadi di Kaltim," ungkap Kepala RSUD AW Sjahranie Samarinda, dr Ajie Syirafudin, kepada wartawan, di Samarinda, Sabtu. Ia mengakui, kelainan kelamin itu baru dua kali dia temukan sejak menjadi dokter. Menurut Ajie, kasus yang dialami bocah berpenampilan wanita itu, berbeda dengan kasus hermaprodite. "Saya pernah temukan kasus seperti itu, sewaktu masih menjadi dokter muda, dan ini untuk kedua kalinya saya lihat. Tapi kasus ini berbeda," ujar dia pula. Penderita hermaprodite adalah satu orang yang memiliki dua kelamin yang bentuknya nyata. Namun, anak tersebut memiliki kelamin wanita, tetapi tidak sempurna dan ada tonjolan menyerupai penis pada bahagian atasnya. Ia menjelaskan, penderita ambiguous genitalis yang telah diperlakukan orangtuanya sebagai anak wanita itu, memiliki Labia Mayora (tonjolan) layaknya kelamin wanita. Bahkan, terdapat celah pembuangan (lubang vagina) di antara kedua sisi labia mayora itu. Namun dari hasil tes DNA yang telah dilakukan di Surabaya, Jawa Timur beberapa waktu lalu, tidak ditemukan sel telur dan kandung rahim di dalam tubuh bocah yang sangat dirahasiakan identitasnya itu. Sejak lahir, kedua orangtua anak itu memperlakukannya layaknya wanita. Orangtuanya juga mengaku tidak tahu anaknya memiliki kelainan sejak lahir. Di atas labia mayora anak itu, terdapat benjolan seperti klitoris tapi lebih menyerupai penis anak lelaki yang baru lahir, dan persis pada pangkalnya terdapat lubang pembuangan. "Jadi, anak itu lebih cenderung sebagai pria, karena memiliki hormon pria walaupun kecil kemungkinan bisa berfungsi," kata dr Ajie Syirafuddin pula. Dia mengungkapkan, penyebab ambiguous genitalis itu, selain diduga karena adanya gangguan pertumbuhan sewaktu masih janin, juga faktor hormonal. "Berdasarkan penuturan keluarganya, salah satu bibi anak itu juga ada gejala seperti itu. Menurut mereka, bibinya itu telah bertahun-tahun menikah namun tidak dikaruniai anak dan buah dadanya tidak tumbuh layaknya wanita," kata dia lagi. Terkuaknya kelainan kelamin itu, menurut Humas RSUD AW Sjahranie, dr Nurliana, bermula saat anak tersebut mengeluh sakit saat buang air kecil. "Kondisi seperti itu, sangat rentan terjadi infeksi mengingat saluran kencingnya terhambat. Jika tidak diperhatikan, memang sepertinya normal saja berbentuk kelamin wanita," ujar dia. Awalnya, kedua orangtua dan keluarga bocah itu, bersikeras membesarkan anaknya sebagai seorang wanita. Namun, setelah dijelaskan, akhirnya mereka bersedia anaknya dioperasi. "Kami telah membentuk tim, untuk melakukan operasi. Kedua orangtua anak itu merupakan keuarga tidak mampu, sehingga biaya tes DNA ditanggung pihak rumah sakit," ujar dia lagi.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007