Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Pusat Statisik (BPS) Rusman Heriawan mengatakan inflasi yang tinggi pada 2007, sebesar 6,59 persen diperkirakan akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6,3 persen sesuai target APBN-P. "Ada hubungan yang terbalik antar inflasi dan pertumbuhan ekonomi kalau dia didorong oleh faktor permintaan (demand driven), karena itu artinya permintaan banyak, inflasi naik tetapi produksi juga akan meningkat," katanya seusai rapat koordinasi tentang inflasi di Jakarta, Kamis. Dengan demikian, menurut dia, inflasi yang tinggi akan berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi yang juga akan tinggi. Saat ditanya tentang kemungkinan pertumbuhan ekonomi di atas 6,3 persen, ia menegaskan potensi tersebut selalu ada. "Belanja pemerintah sangat luar biasa pada kuartal keempat. Selain itu, masih ada Lebaran, Idul Adha dan Natal yang mendorong konsumsi rumah tangga meskipun itu juga mendorong inflasi," kata Rusman. Sementara itu, Rusman menyatakan faktor ekpektasi inflasi menjadi alasan utama pemerintah untuk mempertahankan target inflasi pada 2008 sebesar 6,0 persen. "Jadi target 2008 tidak diubah bukan berarti tidak rasional. Kita jaga supaya ada ekspektasi bahwa pemerintah tidak menyerah begitu saja. Kalau menyerahkan, ekspektasi pemerintah akan meningkat," katanya. Oleh karena itu, kata dia, pemerintah akan semakin meningkatkan koordinasi, baik antara pemerintah dengan Bank Indonesia, maupun antara departemen-departemen teknis di pemerintahan sendiri. Dia mencontohkan distribusi barang yang merupakan tanggung jawab menteri perhubungan akan mempengaruhi ekspektasi meskipun tidak ada masalah pada produksi. "Dari pengalaman BPS, peranan ekspektasi inflasi cukup tinggi," katanya. Ditanya tentang pengaruh harga minyak dunia dan tingginya inflasi di beberapa negara maju, Rusman menegaskan hal itu semua telah diperhitungkan oleh pemerintah. "Yang tidak menguntungkan adalah masalah inflasi akibat barang-barang impor, karena harga barang-barang impor yang naik sangat berpotensi memacu inflasi," katanya. Ia menambahkan kenaikan harga minyak dunia yang sempat menyentuh level 100 dolar AS per barel tidak akan berpengaruh besar selama pemerintah bisa menjaga harga minyak dalam negeri. "Kalau pemerintah bisa, berapapun naiknya minyak dunia pengaruhnya kecil, kita berharap pemerintah jangan sampai jebol dan terpaksa menaikkan harga minyak domestik," katanya. (*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2008