Bandarlampung (ANTARA News)- Lembaga kajian The Indonesian Institute (TII) menyarankan agar hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dipilih dari figur yang sungguh-sungguh nonpartisan karena keputusan yang diambil lembaga MK itu harus mencerminkan semangat kenegaraan dan kepentingan publik. "Wilayah keadilan harus selalu netral dari politik partisan. Berkaitan itu, personalia lembaga MK harus nonpartisan dalam arti yang sesungguhnya, bukan figur yang resminya nonpartisan,tapi sesungguhnya orang partisan," kata Direktur Eksekutif TII, Jeffrey Geovanie, di Jakarta, Jumat. Berkaitan itu, ia mendukung pemilihan calon hakim Mahkamah Konstitusi dilaksanakan secara terbuka dengan mengikutsertakan pendapat publik. Disebutkannya, transparansi dalam rekruitmen hakim MK itu akan membantu dalam menemukan sosok calon hakim MK yang profesional dan tidak partisan. Dikatakannya pula bahwa masyarakat Indonesia itu bukan hanya kalangan partai politik saja, tetapi juga dengan berbagai latarbelakang yang berjumlah sangat besar. "Jadi di luar parpol ada banyak sumber daya manusia yang mumpuni dan layak menjadi hakim MK," katanya. Sehubungan itu, ia kembali menyarankan agar calon hakim MK dipilih dari mereka yang sungguh- sungguh nonpartisan. Tiga dari sembilan hakim MK akan pensiun pada Maret dan Mei 2008, sedangkan sisanya akan selesai bertugas pada Agustus 2008. Sehubungan itu, sempat disebut- sebut nama calon Ketua MK mendatang adalah mantan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra. Menurut Ketua MK, Jimly Ashiddiqie, mantan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra memang layak menjadi hakim konstitusi terutama karena yang bersangkutan adalah ahli hukum tata negara. Ia mengatakan hal itu terkait maraknya pemberitaan bahwa Yusril Ihza Mahendra diduga akan ditempatkan sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi menggantikan Jimly yang akan mengakhiri masa jabatan pada Agustus 2008. Dia juga mengatakan bahwa pasal 17 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyebutkan hakim konstitusi tidak boleh rangkap jabatan. Pasal yang sama juga menyebutkan, hakim konstitusi tidak boleh berstatus sebagai anggota partai politik, pengusaha, advokat, dan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Jimly menyerahkan pencalonan kepada masing-masing lembaga yang berhak mengusulkan calon hakim konstitusi, yaitu Presiden, Mahkamah Agung, dan DPR. Namun demikian, katanya, lembaga-lembaga tersebut harus menaati aturan tentang pencalonan, seperti lembaga pengusul calon hakim konstitusi harus mengumumkan calonnya di media massa cetak dan elektronik.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2008