Jakarta (ANTARA News) - Hingga hari keempat menjalani perawatan di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), kondisi kesehatan mantan presiden Soeharto kemarin menunjukkan kemajuan, dan hari ini (8/1) pukul 06.00 WIB ia menjalani pemeriksaan jantung. Ketua Tim Dokter Kepresidenan, dr Mardjo Soebiandono mengatakan, untuk pemeriksaan jantung tersebut, pihak RSPP telah menyiagakan dan menyiapkan alat pacu jantung untuk memeriksa fungsi jantung. Mardjo menjelaskan, sampai saat ini alat penyedot cairan masih terpasang di tubuh Presiden II RI Soeharto terutama di bagian perut. Sementara itu, Prof Djoko Rahardjo, anggota tim dokter RSPP mengatakan, penumpukan cairan di seluruh tubuh Soeharto sudah mulai berkurang. "Cairan di kaki dan tangan sudah mulai normal, sekarang kami masih mencemaskan cairan di perutnya," kata Djoko. Meskipun lemah, tingkat kesadaran mantan Presiden Soeharto membaik, tekanan darah stabil yakni berkisar di tekanan sistolik 110-120 mm Hg, nafsu makan sudah membaik, dan beragam fungsi organ vital seperti jantung dan paru-paru memperlihatkan perbaikan. Untuk mencegah penurunan kembali kondisi kesehatan mantan Presiden akibat infeksi dari luar, untuk sementara waktu kunjungan terhadap Soeharto akan sangat dibatasi. Pada Senin (7/1) pagi tampak Letjen Purnawirawan Soerjo Wirjohadipoetro, mantan asisten pribadi Soeharto periode tahun 1965-1974, berkunjung ke RSPP selama 15 menit sejak pukul 07.00 WIB. Kemudian pada pukul 10.30 WIB, pengacara keluarga Cendana Juan Felix Tampubolon, dan 30 menit kemudian datang Gubernur Lemhanas, Muladi. Menurut Juan, status hukum mantan presiden Soeharto sudah jelas, karena permasalahan hukum tentang masalah tersebut telah usai. "Kalau melihat dakwaannya, sudah tidak ada lagi dan telah selesai permasalahannya," kata Juan. Sedangkan mengenai kasus perdata yang menyeret Soeharto ke bangku pesakitan, pengacara keluarga Cendana itu mengatakan bahwa hal tersebut tergantung kepada pihak yang memberi kuasa atau penggugat yakni Presiden Republik Indonesia. Khusus menjawab pertanyaan soal permohonan pengampunan bagi Soeharto, ia justru menyatakan rasa heran. "Bagaimana mau diampuni, kalau Soeharto tidak terbukti bersalah," ujarnya. Muladi usai menjenguk Soeharto mengingatkan bahwa kontroversi status hukum Presiden kedua Indonesia itu telah menimbulkan polemik yang tidak sehat di tengah masyarakat. "Polemik tentang hal ini sangat merugikan karena bisa mengarah ke disintegrasi sosial," katanya. Muladi juga mengimbau agar permasalahan status hukum Soeharto tidak mengulangi kejadian yang pernah menimpa mantan Presiden Soekarno - yang hingga meninggal dunia masih menyisakan ketidakjelasan status hukum. Oleh karena itu, ia menyarankan agar Presiden melalui Jaksa Agung mempercepat penyelesaian masalah status hukum bagi mantan Presiden Soeharto agar tidak ada lagi polemik yang merugikan bangsa. Dimaafkan Pada pukul 13.30 WIB, Ketua Fraksi Golkar DPR RI Priyo Budi Santoso bersama sejumlah anggota dewan lainnya seperti Ali Mochtar Ngabalin dan Syarif Hasan dari Fraksi Partai Demokrat menjenguk Soeharto. Dalam kesempatan itu, Priyo menginginkan agar kasus Soeharto dihentikan dan agar mantan penguasa Orde Baru itu lebih dihormati sebagai salah satu pemimpin besar bangsa ini. "Untuk menghormati seorang pemimpin besar, harusnya kita memaafkan. Saya sebagai Ketua Fraksi Golkar mendesak semua pihak agar mengesampingkan perkara atau kalau bisa menghentikan segala proses hukum yang sedang ditujukan kepada Pak Harto," katanya. Penjenguk Soeharto lainnya yang datang seperti, Menteri Tenaga Kerja pada masa orde baru Abdul Latief, Menkominfo Muhammad Nuh dan Menteri Negara Perumahan Rakyat Yusuf Asy`ari, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Hasyim Muzadi. Hasyim mengatakan, pihaknya menyeru berbagai elemen bangsa untuk melakukan gerakan moral dengan memaafkan kesalahan mantan Presiden Soeharto yang kini berusia 86 tahun itu. "Secara nasional dan moral, sebaiknya kita semua memaafkan. Memaafkan bukan berarti beliau tidak salah, tetapi adalah suatu gerakan moral yang justru untuk kebaikan bangsa kita sendiri," katanya. Hasyim mencontohkan, gerakan yang sama juga dilakukan oleh Presiden Nelson Mandella dan Uskup Desmond Tutu di Afrika Selatan. Sementara Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Soetrisno Bachir, yang datang ke RSPP setelah Hasyim, mengatakan bahwa permasalahan status hukum Soeharto harus segera dituntaskan supaya tidak menjadi beban bagi pemerintahan sekarang. Pengamat Politik Ryaas Rasyid yang datang Senin petang mengatakan bahwa Soeharto berhak dimaafkan dan hal itu bisa diprakarsai oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Prakarsa bisa dari Presiden, sama pada saat Soeharto mengambil prakarsa untuk menyelesaikan persoalan Bung Karno, tanpa melalui pengadilan," katanya. Ryaas mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bisa melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Soeharto pada masa itu. Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia Miranda Goeltom mengatakan bahwa kesehatan Soeharto belum mempengaruhi pasar dan tidak berpengaruh pada kondisi ekonomi saat ini. "Tidak, baik-baik saja," kata Miranda saat ditanya wartawan bagaimana pengaruh sakitnya Soeharto terhadap kondisi ekonomi. Miranda yang datang sekitar pukul 20.00 WIB dan pulang sekitar pukul 21.45 WIB ini mengaku Pak Harto sudah tertidur dan ia hanya berbincang dengan putra-putri Soeharto. Ia mengatakan sejumlah alat masih terpasang di tubuh Soeharto. Kondisi kesehatan mantan penguasa orde baru itu, mendapat perhatian dari banyak kalangan termasuk media massa dan hingga Selasa (8/1) dini hari masih ada sejumlah yang setia menunggu di gedung RSPP.(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2008