Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah memerlukan waktu panjang untuk bisa mengatasi krisis kedelai dengan mencari akar permasalahan-nya apakah produksi kedelai nasional turun atau kebijakan yang dibuat pemerintah keliru. Turunnya produksi nasional dan kebijakan pemerintah yang keliru merupakan faktor utama timbulnya krisis kedelai di dalam negeri yang memicu harganya melonjak lebih dari 200 persen," kata Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih di Jakarta, Selasa. Ia mengatakan, pemerintah harus mencari akar permasalahannya kenapa produksi kedelai di dalam negeri turun, padahal impor kedelai meningkat mencapai 6,7 persen. Gejolak harga kedelai merupakan masalah klasik yang didukung pula oleh naiknya harga komoditi itu di pasar global, katanya. Menurut dia, produksi kedelai pada tahun 2006 berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) mencapai 747.611 ton dan pada 2007 turun menjadi 608.263 ton, sedangkan impor kedelai naik sebesar 6,7 persen. Penurunan produksi kedelai disebabkan berbagai faktor diantara-nya gagal panen, menciutnya lahan tanaman pangan, dan bencana alam, katanya. Kondisi ini, lanjut dia, diperparah oleh kebijakan pembangunan pertanian yang keliru, karena pemerintah lebih mengutamakan usaha agrobisnis perkebunan yang berlahan luas seperti kelapa sawit, sedangkan infrastruktur irigasi tidak dibangun. Karena itu, para petani sudah tidak tertarik lagi menanam kedelai karena tidak ada insentif bagi petani, ujarnya. Menyangkut gejolak harga kedelai, menurut dia, perlu dilakukan operasi pasar (OP) untuk menurunkan dan menstabilkan harga. Namun upaya ini harus dilakukan dalam jangka panjang. "Kita harus berswasembada kedelai karena kedelai yang ada di pasar dunia tidak akan mencukupi kebutuhan di dalam negeri," katanya. Pemerintah, lanjut Henry, pada 1999 membuat kebijakan pasar bebas dengan membuka kran impor kedelai dan menurunkan bea masuk (BM). Akibatnya, pasar domestik dibanjiri kedelai impor yang menekan kedelai lokal, sehingga banyak petani yang merugi. Hal ini yang membuat petani hengkang dari budidaya kedelai, ucapnya. Untuk mencukupi kebutuhan kedelai, menurut dia, ada tiga faktor yang harus dilakukan pemerintah yaitu pertama, melaksanakan pembaruan agraria, kedua, membangun infrastruktur di pedesaan seperti irigasi dan jalan-jalan desa, dan ketiga, tegakkan kedaulatan pangan dengan cara berswasembada dan melepaskan ketergantungan terhadap mekanisme pasar bebas. Mengenai harga kedelai di pasar dunia yang mencapai 600 dolar AS per ton, Henry mengatakan, akibat isu biofuel yang diekspos selama ini menyebabkan harga bahan baku kedelai dan CPO meningkat, karena permintaan industri pengolahan biofuel terhadap bahan-bahan pangan melonjak. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2008