Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla mendukung agar media televisi membebaskan para kandidat presiden/wakil presiden dan kepala daerah dari biaya iklan guna menghemat ongkos pemilihan umum. "Itu hemat sekali untuk calon-calon," ujar Wapres menanggapi usulan pakar ilmu komunikasi politik Effendi Gazali pada diskusi Refleksi Tiga Tahun Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) di Jakarta, Selasa. Ia mengemukakan, biaya kampanye politik yang dikenakan kepada para calon presiden/wakil presiden dan kepala daerah cukup besar sehingga membuat biaya pemilu menjadi besar. Jusuf Kalla mengatakan, berkampanye politik di media televisi lebih efektif dibandingkan berkampanye di lapangan. "Kalau di lapangan, kita hanya dihadiri oleh sekitar sepuluh ribu orang, sedangkan jika berkampanye melalui media televisi maka kita bisa ditonton sekitar sepuluh juta orang," katanya. Dicontohkannya, saat ini ada beberapa calon bupati suatu daerah yang berkampanye di televisi nasional. "Itu kan biaya besar, jadi kalau bisa dibebaskan dari biaya kampanye kan sangat hemat sekali. Saya dukung itu, dan akan langsung saya tandatangani jika ketentuannya sudah ada," ucap Wapres. Untuk menghemat biaya pemilu dan pilkada, tambah dia, para kandidat juga tidak perlu melakukan kampanye terlalu lama. "Jangan terlalu lama rentang waktunya dengan hari pelaksanaan pilkada atau pemilu. Jangan sampai satu hingga dua tahun, sudah tidak bekerja karena berkeliling untuk kampanye, itu kan tidak tepat," tutur Wapres. Pada diskusi bertopik "Demokrasi dan Kesejahteraan" tersebut, Jusuf Kalla mengatakan, Indonesia harus mengembangkan demokrasi yang efisien, aman dan sesuai dengan kultur bangsa tidak perlu mengikuti pola demokrasi negara lain. "Kalau di Amerika Serikat (AS) ada konvensi, kita tidak perlu ada konvensi juga apalagi kalau di sini kan peserta konvensi harus bayar, sedangkan di AS peserta konvensi dibayar. Jadi, gak ada guna juga kita ikuti," katanya. Salah satu upaya untuk demokrasi yang efisiensi adalah pemilu yang murah, mulai dari cara pemilihan, jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS), kartu tanda pemilih serta saksi. "Cara pencoblosan bisa dihemat dengan cara menuliskan angka atau memberikan tanda `check list` salah satu kandidat, TPS dibuat lebih banyak menampung pemilih, dan menggunakan KTP sebagai kartu tanda pemilih," ujarnya. Dengan begitu, tambah Wapres, biaya pemilu daopat ditekan sekecil mungkin hingga di sekitar Rp10 triliun. Sebelumnya, pakar komunikasi Effendi Gazali mengusulkan agar kampanye politik di televisi tidak dikenai biaya iklan. "Saya maju jadi presiden kalau ada Rp500 miliar, sebagian dana terbuang untuk bayar iklan. Satu saat mereka (media televisi,red) teriak pilkada tidak demokratis, tapi mereka juga lihat kampanye sebagai lahan iklan," ujarnya. Jadi, tambah Effendi, ke depan dalam UU Pemilu perlu ditetapkan bahwa untuk kampanye di televisi para kandidat dibebaskan dari biaya iklan, sebagai salah satu upaya menghemat biaya kampanye.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2008