Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal (Sesjen) Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman seluruh Indonesia (GAPMMI), Franky Sibarani, mengungkapkan bahwa pungutan tidak resmi yang terjadi di jalur distribusi di seluruh Indonesia mencapai 0,3 persen dari total biaya produksi. "Ini pengaruh dari peraturan-peraturan daerah yang berlawanan dengan peraturan di atasnya," kata Franky di Jakarta, Selasa. Dijelaskannya, pungutan tidak resmi tersebut sebenarnya mencapai 30 persen dari biaya distribusi, sedangkan biaya distribusi meliputi 10 persen dari total biaya. Dia mencontohkan, jika sebelumnya, pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), kir (registrasi nomor mesin), dan izin bongkar muat dilakukan di kantor propinsi, maka sekarang pengurusan izin bongkar muat harus dilakukan pada kantor kabupaten. "Jadi, kalau dulu pungutannya cukup di satu tempat sekaligus, sekarang jadi dua tempat," katanya. Menurut dia, hal itu diperoleh dari sebuah survei yang dilakukan Gapmmi dan telah dirasakan pengusaha sejak 2006 lalu, namun baru terungkap pada pertengahan 2007. Oleh karena itu, katanya, pihaknya sangat meminta agar pemerintah dapat menertibkan peraturan-peraturan daerah yang terkait dengan retribusi yang tidak seharusnya dibebankan. Franky menambahkan, pungutan itu memang memang terlalu besar secara biaya total produksi sehingga tidak perlu dibebankan pada konsumen, namun akan memangkas marjin keuntungan. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2008