Jakarta (ANTARa News) - Sikap Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang tidak menghadiri sidang pertama terkait kasus Temasek di PN Jakarta Pusat (Jakpus), Senin (14/1) diduga telah melakukan sebuah tindakan penistaan peradilan (Contempt of Court), kata jurubicara Serikat Pengacara Rakyat (SPR) Habiburokhman, SH. Dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat, Habiburokhman mengatakan, akibat ketidakhadiran wakil KPPU di PN Jakpus, maka sidang pertama banding Temasek atas keputusan KPPU, di PN Jakpus ditunda. "Penundaan itu karena KPPU tidak menghadiri persidangan. KPPU beralasan, pihaknya masih menunggu penetapan dari Ketua Mahkamah Agung (MA) agar perkara itu diperiksa oleh satu PN saja. Sebagaimana diketahui bahwa pihak Telkomsel yang juga dihukum KPPU dalam kasus tersebut telah mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," katanya. Menurut Habibirokhman, alasan KPPU yang menolak menghadiri persidangan PN Jakarta Pusat karena menunggu keputusan MA untuk menyatukan dua persidangan sungguh aneh dan terkesan dipaksakan. "Seharusnya jika KPPU menginginkan permintaannya agar persidangan hanya dilakukan di satu PN dapat terpenuhi, KPPU justru menghadiri persidangan dan menyampaikan permintaannya kepada majelis hakim PN Pusat," katanya. Direktur LBH BUMN itu menyatakan, selain dapat diduga sebagai perbuatan "Contemp of Court", sikap KPPU tidak menghadiri persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dapat diartikan sebagai bentuk pengabaian kewajiban KPPU oleh KPPU sendiri. "Menghadiri persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat merupakan kewajiban yang harus dilakukan KPPU untuk menegakkan hukum persaingan usaha. KPPU sebagai pihak yang mengeluarkan keputusan dalam kasus Temasek harus erani "mempertanggungjawabkan" keputusannya di tingkat keberatan (banding) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," katanya. Habiburokhman menambahkan, KPPU harus rela keputusannya diperiksa kembali oleh Majelis Hakim PN Jakarta Pusat. Oleh karenanya KPPU harus bersikap kooperatif agar proses pemeriksaan kembali keputusan yang telah KPPU buat oleh PN Jakarta Pusat agar dapat berjalan lancar. "KPPU seharusnya menyadari bahwa batas waktu 30 hari yang dialokasikan oleh UU No. 5 Tahun 1999 bagi PN untuk memeriksa perkara keberatan sangatlah singkat. Oleh karenanya jika KPPU berniat agar keputusan yang dibuat PN Jakpus benar-benar tepat maka KPPU tidak membuang-buang waktu pemeriksaan," katanya. Habibirokhman menilai, sikap KPPU yang berhalangan hadir di persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tak hanya merugikan pihak Telkomsel sebagai pemohon keberatan. Sikap KPPU tersebut juga merugikan masyarakat dan negara Indonesia. "Hal ini dikarenakan persoalan yang diperiksa adalah persoalan sangat strategis yang juga menyangkut kepentingan masyarakat dan negara RI dalam bidang telekomunikasi. Jika Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak bisa membuat keputusan yang adil karena keterdesakan waktu, maka yang dirugikan adalah masyarakat Indonesia," demikian Habiburokhman.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2008