Jakarta (ANTARA News) - Pemindahan penahanan mantan Kapolri Roesdihardjo, dari Rutan Mabes Polri ke Rutan Brimob di Kelapa Dua, Depok, dilakukan atas inisiatif Kepala Rutan (Karutan) Mabes Polri. Pada rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, di Jakarta, Senin, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar, menjelaskan bahwa penuntut umum KPK sebenarnya menitipkan Roesdihardjo di Rutan Mabes Polri pada 16 Januari 2008. Namun, tidak lama kemudian KPK mendapat surat dari Karutan Mabes Polri, Agus Basuki, yang menjelaskan bahwa jumlah tahanan di Rutan Mabes Polri sudah melewati batas yang semestinya, yaitu 50 orang. Untuk itu, Karutan Mabes Polri memutuskan menahan Roesdihardjo di Rutan Brimob, Depok. "Surat yang ditandatangani Karutan Mabes Polri itu ditujukan kepada Karutan Brimob dan ditembuskan ke KPK," kata Antasari. KPK, lanjut dia, kemudian membalas surat itu dan meminta agar Roesdihardjo segera dikembalikan ke Rutan Mabes Polri apabila kapasitasnya memungkinkan, guna mempermudah proses persidangan. Beberapa anggota Komisi III DPR, di antaranya Imam Anshori, Akil Mochtar, dan Arbab Paproeka, mempertanyakan penahanan Roesdihardjo di Rutan Brimob yang terkesan pilih kasih. Antasari menjelaskan, sampai saat ini KPK tidak memiliki rutan sendiri sehingga selalu menitipkan tahanan di Polda Metro Jaya atau Mabes Polri. "Untuk itu, tahun ini pimpinan KPK akan memberi perhatian pada pembangunan rutan tersendiri dan juga tempat penyimpanan barang bukti yang saat ini masih tersebar di mana-mana," tuturnya. Namun, anggota Komisi III Gayus Lumbun mengatakan, KPK tidak perlu memiliki ruang tahanan tersendiri. Ia justru mengatakan penahanan penegak hukum di lokasi khusus yang tidak tercampur dengan tahanan lainnya memang diperlukan. Hal itu, menurut Gayus, guna menghindari tindakan kekerasan yang mungkin saja dilakukan oleh tahanan biasa kepada tahanan penegak hukum. "Menurut saya, memang diperlukan tahanan khusus untuk penegak hukum, untuk polisi, jaksa, atau pengacara kalau perlu. KPK tidak perlu punya rutan sendiri, yang dibutuhkan justru tahanan khusus penegak hukum," demikian Gayus.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2008