Jakarta (ANTARA News) - Kepala daerah atau wakil kepala daerah harus mengundurkan diri jika yang bersangkutan mencalonkan atau dicalonkan kembali menjadi kepala daerah/wakil kepala daerah. "Kepala daerah/wakil kepala daerah harus mengundurkan diri, agar pelaksanaan pemilu kepala daerah (pilkada) berjalan lebih demokratis, `fairness`, dan berbagai akses akibat pengaruh jabatan dapat diminimalisir," kata Menteri Dalam Negeri Mardiyanto dalam rapat kerja dengan Komisi II soal revisi UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah di Gedung DPR Jakarta, Rabu. Usulan tersebut, diharapkan dapat diakomodir dalam perubahan kedua UU Nomor 32/2004 dengan usulan penambahan persyaratan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam Pasal 58 UU Nomor 32/2004 dengan tambahan huruf q. Pasal 58 tambahan huruf q UU Nomor 32/2004 tersebut berbunyi "Bagi kepala daerah/wakil kepala daerah yang masih menduduki jabatan mengundurkan diri sejak mendaftar". Anggota DPR, Andi Yuliani Paris (F-PAN) usai rapat mengatakan, incumbent harus mundur saat mendaftarkan diri. Alasannya, permasalahan yang biasa muncul, kepala daerah incumbent bisa memainkan jaringan kerja, birokrasi, dan birokrasinya tidak punya kepastian hukum. "Itu seperti pengalaman dari pilkada Sulawesi Selatan," katanya. Ketika Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel maju, terjadi pergeseran jabatan kepala-kepala dinas. Orang-orang yang mendukung wakil gubernur digeser. Incumbent juga bisa menggunakan dana-dana publik. "Kan bahaya jika seperti itu," ujar Andi. Kekosongan Wakil Kepala Daerah Dalam kesempatan sama, pemerintah juga mengusulkan tentang pengisian kekosongan wakil kepala daerah dengan penambahan ayat (4) dan ayat (5) dalam Pasal 26 UU Nomor 32/2004. Pasal itu disebutkan, pengisian kekosongan jabatan wakil kepala daerah karena, yang bersangkutan menggantikan kepala daerah yang meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksankan kewajiban selama enam bulan terus menerus. Kemudian karena wakil kepala daerah meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajiban selama enam bulan terus menerus. Pertimbangan pemerintah tersebut, demi kelancaran penyelenggaraan pemerintahan di daerah, terkait tugas wakil kepala daerah, untuk mengakhiri pro dan kontra terhadap pengisian wakil kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dapat menimbulkan konflik horizontal. Alasan lain adalah untuk menghindari konflik SARA akibat kebutuhan pimpinan daerah (kepala daerah dan wakil kepala daerah) yang harus berlatarbelakang agama yang berbeda.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2008