Jakarta (ANTARA News) - Sekjen PDIP Pramono Anung menilai kasus tidak stabilnya kondisi kesehatan mantan Presiden Soeharto akibat penyakit yang telah lama dideritanya telah menjadi komoditas politik. Hal tersebut dikemukakan oleh Pramono Anung dalam seminar nasional bertajuk "Demokrasi Dipersimpangan Jalan: Melihat Tantangan Kepemimpinan di Indonesia 2009-2014" di Jakarta, Rabu. "Saya prihatin Pak Harto menjadi komoditas politik di negeri ini," katanya. Menurut dia, saat ini boleh jadi sejumlah orang yang datang menjenguk presiden pada era Orde Baru itu hanya bertujuan mencari popularitas tidak lagi sepenuhnya mendoakan yang terbaik bagi Soeharto. Sementara itu mengenai polemik pemberian pengampunan bagi Soeharto, Pramono Anung mengatakan, pemerintah hendaknya bersikap tegas. Menurut dia, Indonesia adalah negara hukum dan sebagai negara hukum telah memiliki aturan-aturan yang pasti mengenai hal-hal seperti itu. "Sudah jelas aturannya bagaimana mendudukan Pak Harto (Soeharto)," katanya. Oleh karena itu, lanjutnya, tidak perlu ada suatu pemikiran untuk mencari win-win solution (jalan tengah). Mantan Presiden Soeharto telah menjalani perawatan di RSPP selama 20 hari akibat sejumlah kemunduran fungsi tubuh. Pada Rabu (23/1) Ketua Tim Dokter Kepresidenan, Dokter Mardjo Soebiandono mengatakan kondisi Soeharto yang masih labil sejak dua hari, setelah sempat dinyatakan membaik, membuat tim dokter memutuskan untuk tidak memulangkan lebih dulu mantan orang nomor satu Indonesia itu ke rumahnya di Jalan Cendana Jakarta Pusat. "Beberapa hari lalu, memang ada rencana pulang tetapi karena kondisinya kembali tidak stabil, ya, tidak akan dipulangkan dulu," katanya. Semenjak Soeharto menjalani perawatan, puluhan mantan pejabat dan sejumlah mantan kepala negara Asia Tenggara telah berdatangan untuk menjenguk mantan orang nomor satu di Indonesia itu. Puluhan wartawan dari berbagai media nasional dan internasional melakukan peliputan langsung di RSPP, Jalan Cendana dan Astana Giribangun, Solo guna mengantisipasi berbagai kemungkinan. Seiring dengan itu di masyarakat berkembang pro-kontra mengenai perlu atau tidaknya Soeharto mendapatkan pengampunan. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2008