Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan melakukan intervensi pasar dengan membeli rupiah, apabila rupiah mencapai angka batas psikologis Rp9.300 per dolar AS, karena rupiah pada posisi itu dinilai tidak menguntungkan. "Posisi rupiah pada level Rp9.300 per dolar AS membuat produk ekspor Indonesia kurang kompetitif di pasar ekspor, karena itu BI kemungkinan akan masuk ke pasar," kata Direktur Utama PT Finance Corpindo, Edwin Sinaga, di Jakarta, Jumat. Ia mengatakan, kenaikan rupiah masih terjadi karena investor asing masih berspekulasi membeli rupiah, meski kondisi pasar cenderung mulai menipis. Namun faktor utama asing membeli rupiah, karena perbedaan tingkat suku bunga rupiah dan dolar AS cukup besar mencapai 4,5 persen (8 persen dan 3,5 persen), katanya. "Rally" rupiah, menurut dia, harus ditahan, apabila terus menguat dikhawatirkan mata uang Indonesia akan mudah kembali terpuruk seperti yang pernah terjadi sebelumnya. "Kami optimis BI akan menjaga pergerakan rupiah yang cenderung menguat, sehingga kenaikannya tidak terlalu cepat," ucapnya. Menurut dia, kenaikan rupiah yang cepat ini, karena bukan didukung oleh faktor fundamental ekonomi Indonesia, melainkan bank sentral AS (The Fed) yang menurunkan suku bunga Fed fund sebesar 75 basis poin yang memicu pasar uang dan saham kembali bergairah. Penurunan suku bunga Fed fund itu membuat pasar uang dan saham terkejut karena di luar jadual yang telah ditetapkan sehingga memicu investor asing memburu rupiah dan saham. "Kami optimis rupiah masih bisa bergerak naik, namun kenaikan itu diperkirakan dikontrol sehingga kenaikannya tidak terlalu besar," katanya. The Fed menurunkan bunga Fed fund cenderung tergesa-gesa, setelah melihat pertumbuhan ekonomi AS yang makin melesu mengarah ke resesi. The Fed diperkirakan pada tahun ini akan kembali menurunkan suku bunga dua kali lagi. Upaya memicu pertumbuhan ekonomi AS itu merupakan alasan utama The Fed menurunkan suku bunganya, demikian Edwin Sinaga.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2008