Jakarta (ANTARA News) - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyatakan belum puas terhadap penuntasan kasus kematian aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) yang juga Ketua Pertama Kontras, Munir, meski Mahkamah Agung (MA) telah menjatuhkan vonis 20 tahun penjara terhadap Pollycarpus Budihari Priyanto. Koordinator Kontras, Usman Hamid, di Jakarta, Jumat, mengatakan bahwa ketidakpuasan itu didasari kenyataan bahwa aktor intelektual di balik kematian Munir belum tertangkap. "Kami belum mengatakan puas, karena bagaimana pun juga kami masih tetap menunggu aktor intelektualnya tersentuh," katanya. Putusan MA, menurut dia, harus dijadikan jembatan bagi polisi dan kejaksaan untuk menjerat aktor intelektual tersebut. Meski belum puas, Usman menghargai putusan MA yang menunjukkan bahwa bukti atau keadaan baru yang diajukan dalam Peninjauan Kembali (PK) kasus tersebut dianggap masuk akal dan mempunyai kekuatan hukum. "Itu menunjukkan MA betul-betul mempertimbangkan bukti baru yang diajukan," katanya. Putusan itu, menurut Usman, adalah terobosan dalam kasus kejahatan politik, meski tetap tidak akan menghilangkan penderitaan korban dan keluarga korban. "Putusan ini sejalan dengan temuan dan kesimpulan tim pencari fakta terdahulu yang meletakkan pembunuhan Munir sebagai konspirasi politik," kata Usman menambahkan. Majelis hakim Mahkamah Agung (MA) yang memeriksa dan mengadili permohonan PK kasus pembunuhan Munir menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara kepada Pollycarpus Budihari Priyanto. Permohonan PK tersebut diputus dalam rapat musyawarah MA dengan Ketua Majelis Hakim, Bagir Manan, dibantu hakim anggota, H. Parman Soeparman, Djoko Sarwoko, Paulus Efendi Lotulung, dan Harifin A. Tumpa. Putusan bernomor 109/pk/pid/2007 sekaligus membatalkan putusan MA sebelumnya bernomor 1185K/pid/2006 tertanggal 3 Oktober 2006, yang menjatuhkan vonis 2 tahun penjara kepada Pollycarpus, karena dianggap bersalah menggunakan surat tugas palsu. (*) (Ilustrasi grafis: Munir)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2008