Jakarta (ANTARA News) - Bukannya kado istimewa, kue dan ciuman mesra dari keluarga dekat yang diterima Pollycarpus Budihari Priyanto pada ulang tahunnya yang ke-46 tahun ini melainkan berita bahwa ia divonis 20 tahun penjara. Mestinya, pada hari ulang tahun yang jatuh 26 Januari 2008, mantan pilot di PT Garuda ini kedatangan orang-orang yang dicintai. Tapi yang datang justru tim eksekusi Kejaksaan Agung. Detik-detik menjelang hari ulang tahunnya justru menjadi mimpi buruk bagi pria yang lahir di Solo, 26 Januari 1961 ini. Sekitar pukul 22.00 WIB, 25 Januari 2008, tim eksekusi datang ke rumahnya di Kompleks Pamulang Permai Blok B Nomor 1, Tangerang, Banten. Upaya Pollycarpus untuk didampingi penasehat hukum dalam peristiwa itu juga gagal sebab proses eksekusi berlangsung sangat cepat dan hanya beberapa jam setelah majelis hakim Mahkamah Agung mengambil keputusan untuk memenjarakannya selama 20 tahun. Bahkan, salah satu pengacara yang direncanakan akan mendampingi eksekusi Pollcarpus malah masih berada di Surabaya. Pengacara ini tidak bisa datang karena eksekusi yang berlangsung cepat bahkan keputusan vonis baru diumumkan ke publik sore harinya sekitar pukul 15.30 WIB. Tanpa banyak kesulitan, Pollycarpus pun dibawa tim eksekusi dengan mobil B 2107 BQ ke LP Cipinang dengan kawalan empat mobil berisi para petugas sekitar pukul 22.30 WIB. Isteri Pollycarpus, Yosepha Hera Iswandari (42) ikut mengantar suaminya untuk hidup di balik jeruji dengan naik mobil B 1353 MO. Satu mobil patroli polisi menjadi pemandu jalan bagi iring-iringan itu. Tiba di LP Cipinang, Jakarta Timur sekitar pukul 23.35 WIB, mobil yang membawa Pollycarpus melesat masuk ke halaman sedangkan mobil yang mengiringinya masuk pelan-pelan sebagaimana layaknya kendaraan yang masuk ke kompleks gedung LP tersebut. Akibatnya, sejumlah wartawan yang akan mengambil gambar kesulitan sebab mobil itu berdiri tepat di pintu masuk LP yang terbuat dari lempengan besi. Ketika pintu itu terbuka, mobil itu dengan cepat masuk ke dalam LP dan pintu kembali ditutup. Mobil tim eksekutor diparkir di halaman kemudian para petugasnya masuk ke LP Cipinang dengan berjalan kaki. Mobil polisi malah parkir di tepi jalan raya. Sekitar pukul 00.00, tim eksekutor yang ke luar LP Cipinang menjadi sasaran pertanyaan sejumlah wartawan. Sebelum menjawab pertanyaan wartawan, tim eksekutor memperkenalkan diri dengan santai. Sikap ini berbeda saat mereka membawa Polycarpus. Tim eksekutor itu antara lain Jaksa Penuntut Umum Didik Farkhan, Pelaksana Harian Kasi Pidana Umum PN Jakarta Pusat Bambang Setyadi, Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Fitra Sani dan Direktur Eksekusi Kejaksaan Agung Kamal Sofyan. "Kami sudah selesai. Pollycarpus sudah ada di dalam. Ia berada di ruang penampungan untuk asimilasi atau masa perkenalan. Ini sudah bisa dijalani oleh setiap napi yang baru masuk," kata Sani. Ia mengatakan, dengan begitu, proses pemenjaraan Pollycarpus di LP akan menjadi wewenang LP Cipinang. Ia mengakui bahwa lancarnya proses eksekusi tidak terlepas dari sikap kooperatif Pollycarpus. Kamal Sofyan menambahkan, begitu putusan MA keluar, tim intelijen Kejaksaan Agung langsung memonitor sekitar kediaman Pollycarpus agar jalannya eksekusi dalam lancar. "Bahkan tim Jamintel telah dua hari berada di sekitar rumah Pollycarpus," katanya. Isteri Pollycarpus Kesetiaan isteri Pollycarpus, Yosepha Hera Iswandari (42) kembali ditunjukkan untuk kali ini. Dengan wajah yang menampilkan perasaan sedih, ia mengantar suaminya untuk menjalani masa vonis penjara selama 20 tahun. Saat Pollycarpus ditahan selama 18 bulan di Rutan Mabes Polri pun, Hera hampir tiap hari mengunjungi suami yang menikahinya pada 18 Januari 1986 itu. Hera selalu membawakan baju bersih, membawa pulang baju kotor dan mengantar makanan buat suaminya baik ketika ditahan di Mabes Polri maupun LP Cipinang. Dalam setiap persidangan yang melibatkan Pollycarpus, Hera hampir selalu mendampinginya dengan tegar. Setiap pernyataan dari pihak lain dan pertanyaan wartawan yang menyudutkan suaminya dijawab dengan lantang dan tidak kalah lantangnya dengan isteri Munir, Suciwati yang sejak awal berjuang keras mencari keadilan. Bahkan, usai mengantar suaminya di LP Cipinang, Sabtu dini hari sekitar pukul 00.20 WIB, Hera tetap melayani pertanyaan wartawan termasuk mendamprat wartawan yang memojokkan suaminya. Dengan raut muka sedih dan mata berkaca-kaca ia memaki wartawan yang menanyakan soal perasaan dirinya. "Apa pantas saudara menanyakan seperti itu, Anda bisa lihat sendiri," katanya dengan lantang dengan mata melotot ke arah watawan yang bertanya. Sikap yang sama ditunjukkan ketika ada wartawan yang menanyakan soal bekal yang dibawa Pollycarpus. "Kalau tanya itu yang pandai dong. Situasi begini malah tanya soal bekal," katanya dengan geram. Konsultasi Hera mengatakan bahwa dia akan secepatnya berkonsultasi dengan Tim Kuasa Hukum yang dipimpin M Assegaff untuk melakukan langkah berikutnya. "Saya kan tidak tahu hukum, jadi saya akan tanya dulu kepada Pak Assegaff," ujar Yosefa. Ia menegaskan bahwa Pollycarpus dan dirinya akan tetap berpegang pada prosedur hukum yang berlaku dan tidak akan mundur dalam menghadapi kasus yang membelit Pollycarpus. "Polly tidak membunuh Munir, apa ada bukti sisa arsen saat itu, semuanya hanya berdasarkan katanya-katanya saja dan tidak ada bukti sama sekali," kata Yosefa. Ia juga mempertanyakan tidak adanya otopsi ulang jenazah Munir dan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) sehingga kasus pembunuhan Munir dapat dilihat jelas. Padahal, ia sejak awal meminta agar ada otopsi untuk mengetahui penyebab kematian. Ia juga menyoroti komentar istri Munir, Suciwati, yang mengaku tidak puas dengan vonis 20 tahun penjara. "Kepada Suciwati saya tegaskan Pollycarpus bukan alat pemuas," tegasnya. Pernyataan itu adalah ucapan terakhir sebelum ia masuk ke mobil untuk meninggalkan LP Cipinang. Ia juga sempat melambaikan tangan kepada wartawan dari balik kaca mobilnya sambil mengucapkan "terima kasih". (*)

Pewarta: Oleh Santoso
Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2008