Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menko Perekonomian DR Rizal Ramli menuding Dana Moneter Internasional (IMF) sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam kasus dugaan penyimpangan dana Bantuan Likuidtas Bank Indonesia (BLBI) yang merugikan keuangan negara hingga ratusan triliun rupiah. "Pihak IMF adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam kasus BLBI, karena telah menyarankan penutupan 16 bank pada November 1997," kata Rizal Ramli setelah diperiksa selama lima jam oleh Tim Jaksa Penyelidik Kejaksaan Agung, di Gedung Bundar Kejaksaan Agung Jakarta, Selasa. Ia mengatakan kasus BLBI berawal pada 1 November 1997 ketika IMF menyarankan kepada pemerintah Indonesia untuk menutup 16 bank tanpa persiapan yang memadai, akibat krisis moneter yang terjadi di beberapa kawasan. "Akibatnya, masyarakat berbondong-bondong medatangi bank untuk menarik tabungannya untuk kemudian menyimpannya di rumah atau di bank-bank asing di dalam maupun di luar negeri," katanya dan menambahkan bahwa beberapa tahun kemudian IMF mengakui telah melakukan kesalahan besar karena menyarankan pemerintah Indonesia untuk menutup 16 bank tanpa persiapan yang memadai. Akibat penarikan dana masyarakat pada bank-bank di Indonesia tersebut, terjadi capital outflow ke luar Indonesia lebih dari delapan miliar dolar AS. Demi keadilan, pejabat pemerintah dan pejabat Bank Indonesia yang memutuskan penutupan 16 bank itu harus diperiksa, kerana penutupan 16 bank tersebut mengakibatkan Bank Indonesia harus mengeluarkan pinjaman BLBI. Menurut dia, dalam kasus BLBI ini ada tiga tahapan yang kesemuanya berpotensi merugikan keuangan negara, baik tahap penyaluran, tahap penyerahan aset dan tahap penjualan aset. Contoh paling spektakuler, katanya, kasus penjualan BCA senilai Rp5 triliun, padahal nilai BCA saat ini (Desember 2007) telah mencapai Rp92 triliun dan memiliki tagihan obligasi rekapitulasi senilai Rp60 triliun (bunga sekitar Rp6 triliun/tahun) pada saat penjualan BCA kepada konsorsium Farallon dan Djarum. Ia mengatakan, dia walaupun mendapat tekanan dari berbagai pihak, termasuk dari Departemen Keuangan Amerika dan IMF, menolak penjualan BCA karena menilai waktu penjualannya tidak tepat. Sebagai Menko Perekonomian tahun 200-2001, dia juga bersikap tegas kepada obligor yang tidak atau kurang memenuhi kewajibannya dengan meminta kepada semua obligor yang penyerahan asetnya kurang memadai untuk menyerahkan aset tambahan. Rizal, yang untuk pertama kalinya diminta keterangan dalam kasus ini, minta kepada Kejaksaan Agung untuk memeriksa dan meminta keterangan kepada pejabat pemerintah Indonesia, baik yang sudah mantan maupun yang masih aktif, agar kasus ini dapat dituntaskan. "Periksa semua pejabat pemerintah yang antek-antek IMF, baik yang sudah tidak menjabat maupun yang masih menjabat, mengingat kasus ini mendesak untuk diselesaikan karena bisa kedaluarsa pada Agustus 2008," demikian Rizal Ramli.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2008