Jakarta (ANTARA News) - Politik ekonomi pemerintah dinilai semakin terlihat kurang berpihak pada petani dan rakyat banyak ketika pemerintah berniat menjual pabrik pupuk `Asean Aceh Fertilizer` di Aceh dengan harga murah. Proses penjualannya pun tidak transparan, di tengah kelangkaan pupuk yang bakal kian mengancam kedaulatan pangan Indonesia, kata sejumlah anggota DPR RI dalam siaran pers yang disebarluaskan oleh Bagian Pemberitaan Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI, di Jakarta, Selasa. Bagi Hasto Kristianto (Anggota Fraksi PDI Perjuangan), Choirul Sholeh (Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa), dan Nasril Bahar (Fraksi Partai Amanat Nasional), penjualan pabrik pupuk `Asean Aceh Fertilizer` (AAF) ini merupakan contoh konkret ketidakpekaan Presiden RI atas penderitaan petani, di tengah kelangkaan pupuk menghadapi masa tanam ke depan. Realitas ini, menurut mereka, ditambah lagi dengan kenaikan berbagai harga bahan pokok rakyat, seperti beras, kedelai, terigu, minyak goreng, telur dan kebutuhan pangan lainnya, juga sebagai bukti lemahnya kedaulatan pangan Indonesia. Dalam keterangan tertulisnya itu, ketiga anggota Dewan ini, menilai, politik ekonomi pemerintah belum sepenuhnya berpihak pada pertani. "Itu antara lain terlihat pada masalah kepastian suplai pupuk dengan harga terjangkau, kepastian harga pascapanen dan peningkatan nilai tambah pada petani melalui program peningkatan produksi pertanian, serta perbaikan infrastruktur pertanian yang belum memberikan hasil progresif di dalam peningkatan kesejahteraan petani," kata mereka. Ketiga Anggota Komisi VI DPR RI itu selanjutnya menilai, sungguh sangat ironis jika di tengah penderitaan masyarakat petani tersebut, pemerintah bermaksud menjual pabrik pupuk AAZ di Aceh, dengan harga murah dan melalui proses tidak transparan. Oleh karena itu, ketiga Anggota Komisi VI itu meminta Pemerintah RI untuk menghentikan seluruh proses likuidasi PT AAF.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2008