Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Agung (MA) menolak keberatan yang diajukan oleh pasangan calon gubernur Ali Mazi dan Abdul Samad terhadap hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sulawesi Tenggara (Sultra). Majelis Hakim Agung yang diketuai Djoko Sarwoko pada sidang pembacaan putusan di Gedung Pengadilan khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Rabu, menolak untuk seluruhnya permohonan yang diajukan oleh pasangan Ali Mazi dan Abdul Samad. Majelis hakim menilai keberatan yang diajukan oleh pemohon terhadap hasil perhitungan suara resmi yang dilakukan oleh KPU Provinsi Sultra tidak beralasan. Pasangan Ali Mazi-Abdul Samad yang mendapatkan 387.404 suara mengajukan keberatan terhadap penetapan KPU Sultra yang menetapkan pasangan Nur Alam-Saleh Lasat sebagai pemenang Pilkada dengan perolehan 421.360 suara. Dalil pemohon bahwa terdapat penggelembungan suara untuk pasangan calon nomor empat, Nur Alam-Saleh Lasat, sebanyak 17.140 suara di Kabupaten Bombana, Kabupaten Konawe, Kabupaten Konawe Selatan, Kendari dan Kabupaten Muna, menurut Majelis Hakim, tidak dapat dibuktikan. Majelis juga menyatakan pemohon tidak dapat membuktikan terjadinya pengurangan suara milik mereka sebanyak 49.263 suara di Kabupaten Kolaka, Kota Kendaro, Kabupaten Wakatobi, Kota Bau-Bau, Kabupaten Muna, Bombana, Konawe, dan Konawe Selatan. "Dari saksi dan barang bukti yang diajukan ke persidangan, tidak ditemukan bukti bahwa terjadi penggelembungan dan pengurangan suara," kata Djoko. Kesaksian yang diajukan oleh pemohon, menurut Djoko, telah terbantahkan oleh keterangan saksi yang diajukan oleh KPU Provinsi Sulawesi Tenggara sebagai termohon dan barang bukti lain. Majelis berpegang pada kesaksian yang diajukan oleh termohon dari pantia pengawas pemilu (panwaslu) yang menyatakan tidak ada keberatan terhadap hasil perhitungan suara di KPU tingkat Kabupaten Kota dan Provinsi. Pengaduan yang diterima oleh Panwaslu mengenai pelaksanaan Pilkada Sultra pada 2 Desember 2007 hanya sembilan pengaduan, yang terdiri atas dua pengaduan berindikasi pidana dan tujuh pengaduan administrasi yang sudah diselesaikan oleh Panwaslu. "Tidak adanya pengaduan tentang perhitungan hasil suara menggambarkan telah berlangsungnya Pemilu yang langsung, bebas dan rahasia serta tertib dan aman," kata Djoko. Karena keberatan yang diajukan oleh pemohon tidak membuktikan adanya penggelembungan atau pengurangan suara yang jelas dan signifikan, Majelis hakim memutuskan, tidak perlu dilaksanakan perhitungan atau pilkada ulang di Provinsi Sultra. Hakim anggota Paulus Effendy Lotulung mengajukan pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam putusan tersebut. Paulus berpendapat, keberatan pemohon perlu diterima atau setidaknya dilakukan perhitungan ulang, karena terdapat keterangan saksi yang menyatakan bahwa terjadi pencoblosan beramai-ramai untuk pasangan calon tertentu. Selain itu, terdapat perbedaan perlakuan untuk menyatakan tidak sahnya surat suara milik pasangan Ali Mazi-Abdul Samad yang dicoblos dengan lubang besar. Padahal, suara milik pasangan Nur Alam-Saleh Lasat dinyatakan sah dengan lubang yang sama besar. Menanggapi putusan Majelis Hakim tersebut, kuasa hukum pemohon, Bonaran Situmeang, mengatakan akan segera mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Menurut Bonaran, beda pendapat dari hakim Paulus Lotulung akan diajukan sebagai dasar PK. Sementara itu, kuasa hukum KPU Provinsi Sultra, Herman Kadir, menyatakan puas atas putusan Majelis Hakim. "Akhirnya, masih ada keadilan di MA dalam memutus perkara pilkada," ujarnya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2008