Jakarta (ANTARA News) - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Anwar Nasution, Kamis, memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa dalam kasus aliran dana Bank Indonesia (BI) kepada sejumlah anggota DPR. Anwar tiba di gedung KPK sekira pukul 09.45 WIB. Anwar yang mengenakan batik bercorak hitam dan kuning itu tidak memberikan keterangan kepada wartawan. Dia menolak mengatakan keterangan apa yang akan dia berikan kepada penyidik KPK. Dia hanya bersedia mengomentari ungkapan Gubernur BI, Burhanuddin Abdullah, bahwa dirinya bersedia buka-bukaan tentang kasus BI. Burhanuddin telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus itu. "Kita sudah buka-bukaan sejak November 2006. Mau apa lagi?," katanya. Anwar menegaskan, kasus aliran dana BI kini tergantung langkah yang akan diambil KPK. Ia hanya mengulang jawabannya tersebut sambil melangkah ke ruang pemeriksaan di lantai delapan gedung KPK. Tidak berselang lama, tersangka lain kasus tersebut, Rusli Simandjuntak, juga mendatangi gedung KPK. Pria berkumis itu menolak memberikan keterangan apa pun. Kemudian, sekira pukul 11.00 WIB, tersangka yang lain, Oey Hoy Tiong, juga memenuhi panggilan KPK. Pria berambut putih itu bungkam dan langsung menerobos kerumunan wartawan yang hendak bertanya. Kuasa hukum Oey, Luhut MP. Pangaribuan, juga bersikap sama. Pejabat Biro Humas dan Hubungan Luar Negeri BPK, Dwita Pradana, menegaskan audit BPK menyebutkan ada dugaan penyelewengan dalam pencairan dana BI sejumlah Rp100 miliar. Dia menilai tata kelola di BI saat itu masih lemah karena ada dugaan dana tersebut digunakan untuk penyuapan. "Good governance yang masih lemah karena dana YPPI itu diduga digunakan untuk penyuapan," katan Dwita yang mendampingi Anwar Nasution dalam pemeriksaan. Untuk itu, katanya, BPK melaporkan kasus itu ke KPK untuk ditindaklanjuti. Dia mengaku tidak mengetahui agenda pemeriksaan Anwar. Ketua BPK, menurut dia, hanya memenuhi panggilan pemeriksaan. KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus aliran dana BI, yaitu Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, Direktur Hukum Oey Hoy Tiong, dan mantan Kepala Biro Gubernur BI, Rusli Simandjuntak, yang kini menjabat Kepala Perwakilan BI di Surabaya. Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan, kasus itu bermula ketika rapat Dewan Gubernur BI yang dipimpin Burhanuddin Abdullah mengeluarkan persetujuan untuk memberikan bantuan peningkatan modal kepada YPPI senilai Rp100 miliar. Oey yang pada 2003 menjabat Deputi Direktur Hukum menerima langsung dana YPPI itu dari Ketua YPPI Baridjusalam Hadi dan Bendahara YPPI, Ratnawati Sari. Selanjutnya, Oey mencairkan cek dan menyerahkan uang tunai kepada pejabat BI yang saat itu terjerat kasus hukum dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yaitu Gubernur BI Soedrajad Djiwandono, Deputi Gubernur BI Iwan R Prawiranata, dan tiga Direksi BI, yaitu Heru Supraptomo, Hendro Budianto, dan Paul Sutopo. Pada pemeriksaan di KPK, Oey mengaku menyerahkan uang tersebut kepada para mantan pejabat BI. Namun, Oey mengaku tidak tahu lagi ke mana uang tersebut setelah diserahkan kepada mereka. Sedangkan sisanya, senilai Rp31,5 miliar diberikan oleh Rusli Simandjuntak dan Aznar Ashari kepada panitia perbankan Komisi IX DPR periode 2003 untuk penyelesaian masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan amandemen UU No 23 Tahun 1999 tentang BI. Pada pemeriksaan di KPK, mantan ketua sub panitia perbankan Komisi IX DPR, Antony Zeidra Abidin, yang disebut menerima uang itu dari Rusli, membantah aliran dana tersebut.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2008