Jakarta (ANTARA News) - Pakar hukum yang juga Gubernur Lemhanas Muladi menyatakan tidak tepat jika Bank Indonesia (BI) mengajukan Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN) dengan KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK), karena KPK sebagai penegak hukum. "BI tidak tepat mengajukan kewenangan KPK itu. Itu berlaku untuk siapa saja," katanya seusai acara Temu Wicara Golkar-MK, di Jakarta, Jumat. Menurut dia, KPK itu merupakan lembaga penegakkan hukum yang memiliki kewenangan khusus pula, sedangkan kedudukan BI bukanlah sebagai penegak hukum. "Jadi apa yang dilakukan KP itu sudah benar," katanya. Ia mengatakan, kewenangan KPK itu memiliki spirit untuk memberantas korupsi dengan menghilangkan semua kendala kewenangan spesifik. "KPK sebagai super body harus menghilangkan semua kendala itu," katanya. Mengenai terbitnya UU BI yang lebih baru (2004) ketimbang UU KPK pada 2002, dikatakan, itu tidak menjadi masalah. "Tetapi yang jelas kewenangan KPK itu, spirit untuk memberantas korupsi dengan menghilangkan semua kendala," katanya. Sebelumnya dilaporkan, Bank Indonesia (BI), Jumat mengajukan Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN) dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pengajuan tersebut diajukan oleh Gubernur BI Burhanudin Abdullah yang dilakukan oleh kuasa hukumnya, A Dani Saliswijaya dan Ismail Berdan, yakni, "Permohonan Pemeriksaan terhadap Sengketa Kewenangan Lembaga Negara Antara BI dan KPK". Kuasa hukum BI Ismail Berdan mengatakan, kedatangannya ke MK untuk mengajukan SKLN antara BI dengan KPK. "Pasalnya ada pertentangan antara Undang-Undang (UU) BI dengan UU KPK. Hingga kami meminta untuk ada menguji kesahihannya," katanya. Ia menyebutkan di dalam UU BI menyebutkan bahwa gubernur BI jika akan diperiksa maka harus mendapat izin Presiden, sedangkan UU Nomor 30/2002 tentang KPK untuk pemeriksaan tidak perlu izin Presiden. Pasal 46 UU No 30 Tahun 2002 menyebutkan "KPK tidak terikat pada prosedur khusus dalam rangka pemeriksaan tersangka dalam peraturan perundang-undangan lain, termasuk surat izin dari Presiden". Kemudian, Pasal 49 UU BI menyebutkan "dalam hal anggota Dewan Gubernur patut diduga telah melakukan tindak pidana, pemanggilan, permintaan keterangan, dan penyidikan harus terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Presiden". (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2008