Jakarta (ANTARA) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Walhi), LSM yang bergerak di bidang lingkungan hidup, mendesak pemerintah agar segera mencabut Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Direktur Eksekutif Walhi Jakarta, Slamet Daroyni, kepada pers di Jakarta, Sabtu, mengatakan kebijakan reklamasi pantai utara Jakarta telah menimbulkan kerusakan yang signifikan terhadap ekosistem hutan bakau. Reklamasi pantai di Jakarta Utara sudah dilakukan sejak 1980-an, dan hingga kini tanah reklamasi telah menjadi rumah susun, kawasan hunian dan industri. Menurut Slamet, konversi hutan bakau menjadi kawasan industri dan hunian di sepanjang pantai utara Jakarta telah menyusutkan luas hutan bakau yang secara ekologis berfungsi melindungi Ibukota dari abrasi dan "rumah" bagi ikan berpijah. Selain itu reklamasi pantai utara Jakarta juga menyalahi tata guna lahan. "Seharusnya pesisir utara sama sekali tidak boleh dikonversi," ujar Slamet. Ia menjelaskan bahwa keberadaan hutan bakau sering kali diabaikan dan dianggap mesti dihabiskan karena cuma sebagai "kawasan terbengkalai". Demi alasan-alasan ekonomi, pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan pemerintah pusat melihat kawasan pesisir utara Jakarta harus ditimbun dan dikeringkan hingga kedalaman delapan meter. "Reklamasi bukanlah sebuah solusi buat masalah-masalah ekologi seperti banjir, justru seharusnya pemerintah melakukan restorasi, mengembalikan peruntukan lahan sesuai tata ruang," kata Slamet. Ia mengatakan seharusnya lahan yang awalnya berupa hutan bakau dan rawa-rawa dikembalikan ke fungsinya, agar ekologi Jakarta berada di posisi yang aman. Data Walhi menyebutkan pantai utara Jakarta sepanjang 32 km telah dikavling-kavling oleh sedikitnya 10 perusahaan. PT Kapuk Naga Indah menguasai lahan seluas 674 hektar, PT Taman Harapan Indah dengan Pantai Mutiaranya menguasai 100 hektar, Bangun Bakti Esa Mulia menguasai lahan seluas 88 hektar, PT Muara Wisesa Samudra dengan Pantai Hijaunya dan PT Pembangunan Jaya Ancol, BPL Pluit menguasai 290 hektar. Sementara itu PT Jaladri Kartika Ekapasi 200 hektar, PT Manggala Krida Yudha 375 hektar, dan PT Dwi Marunda Makmur 220 hektar serta Berikat Nusantara menguasai 189 hektar. Sedangkan bagian yang dikuasai masyarakat umum, menurut Walhi, hanya di kawasan Pantai Marunda yang luasnya kurang dari lima hektar. Sepanjang pesisir utara Jakarta tidak lagi menyisakan bakau seperti 40 tahun yang silam. Kondisi hutan bakau kini cuma tersisa di daerah Angke. Walhi memperkirakan luas hutan bakau kini tinggal 120 hektar, sementara pada 1960 ada sekitar 1.344 hektar.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2008