Surabaya (ANTARA News) - Didit Kesit Cahyadi, rekan Roy Marten alias Roy Wicaksono (55), menyatakan bahwa aktor terkenal itu tidak ikut menggunakan sabu-sabu ketika ia dan beberapa temannya ditangkap di sebuah hotel di Ngagel, Surabaya 13 Nopember 2007 lalu. Pengakuan Didit itu disampaikan dalam persidangan kasus itu di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa, yang mendengarkan kesaksian dua saksi yang disebut-sebut terlibat transaksi narkoba dengan Roy Marten yakni Didit dan Hartanto alias Hong Kho Hong. Bahkan, dalam sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Berlin Damanik SH itu, saksi Didit justru mengaku ditekan polisi saat penyidikan di Satuan Reserse Narkoba (Reskoba) Polwiltabes Surabaya, sehingga dia terpaksa menyebut Roy. Menurut Hong, dirinya memang menerima titipan barang dari Didit. "Ya, saya dititipi `barang` (maksudnya narkoba) oleh Didit, tapi sebagian saya ambil untuk Freddy dan akhirnya kami pakai `nyabu` bersama-sama, bahkan Didit juga ikut `nyabu`," katanya. Selain itu, katanya, dirinya juga sepakat untuk menjual empat bungkus SS yang dibawa Didit dengan harga Rp50 juta hingga Rp60 juta, tapi "barang" yang tidak laku juga disepakati untuk dikembalikan ke pemiliknya yakni Kamil sebagai pemilik SS yang juga "alumni" LP Cipinang. "Tapi, sebelum laku, kami sempat memakai sebagian dan saat kami sedang `nyabu` itulah, Freddy menelepon Roy lewat HP (handphone) untuk bertemu dan Roy akhirnya ikut `nyabu`," kata Hong yang juga memiliki nama Hartanto itu. Jawaban Hong itu dibantah Roy Marten. "Saya memang bertemu mereka, tapi saya tidak ikut-ikutan `makai` (memakai SS), karena 15-20 menit sebelum mereka `nyabu` dan berbicara, saya pamit untuk tidur, karena kecapekan," katanya. Kesaksian senada juga disampaikan Didit Kesit Cahyadi. "Saya yang menelepon mas Roy Marten untuk minta pekerjaan, karena dia akan ke Surabaya, kemudian kami bertemu di sebuah hotel di Jl Ngagel, Surabaya," katanya. Namun, katanya, saat mereka berbicara, justru Roy pamitan keluar untuk mandi, kemudian Hong dan Freddy `nyabu`, sehingga dirinya pun ikut-ikutan `makai` sampai malam dan akhirnya pulang. Sehari sesudahnya, katanya, dirinya kembali ke hotel itu untuk menitipkan empat bungkus SS kepada Hong Kho Hong, karena dirinya takut dengan Roy. "Saya takut ketahuan Roy, karena saya kira dia sudah menjadi orang BNN (Badan Narkotika Nasional). Saya titip ke Hong untuk dikembalikan ke Kamil yang merupakan pemilik `barang` itu," katanya. Ia mengatakan SS milik Kamil itu sempat dibawa dari LP Cipinang, karena Kamil sudah dipindahkan. "Saya titipkan Hong, karena dia kenal dengan Kamil, tapi Hong tidak respek, kemudian saya telepon Taufik yang juga dari LP Cipinang untuk minta tolong," katanya. Jawaban dari Didit yang "berseberangan" dengan Hong bahwa SS itu bukan dititipkan kepadanya untuk dikembalikan ke pemiliknya, tapi dititipkan untuk dijual dengan harga Rp50-Rp60 juta, ditanggapi hakim dengan langsung menyela. "Mana yang benar," kata Berlin Damanik. Pertanyaan dari hakim itu justru dijawab Didit bahwa kesaksian dalam persidangan yang benar. "Saya ditekan saat di kepolisian, karena itu keterangan yang benar adalah keterangan saya dalam persidangan," katanya. Ungkapan Didit tentang adanya tekanan itu membuat koordinator Jaksa Penuntut Umum (JPU) R Adi Wibowo SH berjanji akan menghadirkan polisi yang menyidik Didit dalam persidangan untuk dikonfirmasi. "Bantahan mereka bahwa Roy tidak `nyabu` itu nggak masalah. Kalau pak Roy tidak `nyabu`, kami tetap yakin dapat menjerat pak Roy secara yuridis, karena pak Roy mengetahui `pesta` SS tapi nggak melapor," kata Kasi Pidum Kejari Surabaya itu. Roy Marten sendiri didakwa JPU dengan dakwaan berlapis mulai dakwaan primer terkait pelanggaran pasal 71 ayat (1) jo pasal 60 ayat (2) UU 5/1997 tentang Psikotropika, dakwaan subsidair terkait pasal 71 ayat (1) jo pasal 62 UU 5/1997 tentang Psikotropika, dan dakwaan lebih subsidair terkait pasal 65 UU 5/1997 tentang Psikotropika.(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2008