Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) DKI Jakarta Setu Albertus meminta kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk melakukan inventarisasi dan mengklasifikasi anak-anak usaha di bawah perusahaan BUMN Karya.

"Anak perusahaan BUMN yang juga bergerak di bidang jasa konstruksi harus dibekukan kegiatannya dan digabungkan dengan anak usaha BUMN yang bergerak di sektor pendukung usaha jasa konstruksi, seperti industri beton, pracetak, aspal beton, peralatan konstruksi serta industri penunjang jasa konstruksi lainnya. Hal ini, untuk menghindari terjadi kompetisi yang tidak sehat antara BUMN sebagai induk usaha dan anak usahanya juga dengan perusahaan swasta nasional," kata Setu Albertus yang akrab dipanggil Berto, di Jakarta, Selasa.

Berto menyambut baik pernyataan Presiden Joko Widodo sesaat setelah penetapan hasil Pilpres 2019 oleh KPU bahwa akan melanjutkan salah satu program prioritasnya, yaitu pembangunan infrastruktur nasional. Namun, seharusnya program pembangunan infrastruktur yang masif dilaksanakan juga dapat memberi manfaat bagi kalangan dunia usaha swasta nasional.

Program pembangunan saat ini, menurut Berto hanya menguntungkan perusahaan BUMN jasa konstruksi/ BUMN karya yang jumlahnya praktis hanya delapan perusahaan berikut anak-anak usahanya yang saat ini menggarap proyek jasa konstruksi nasional.
Baca juga: Pemerintah segera privatisasi MerpatiBaca juga: Deputi BUMN: restrukturisasi Merpati tuntas tahun 2016

Menurut Berto, hampir 80 persen pasar jasa konstruksi selama empat tahun terakhir dikuasai oleh BUMN dan anak usahanya. Sementara perusahaan swasta nasional yang jumlahnya hampir mencapai 150 ribu badan usaha hanya mendapat 20 persen dari proyek-proyek infrastruktur nasional yang dilakukan oleh pemerintah periode 2014-2019.

Karenanya, kata Berto, Gapensi berharap rencana pembangunan infrastruktur nasional periode kedua 2019-2024 juga dapat memberikan manfaat bagi perusahaan kontraktor swasta nasional atau jasa pelaksana konstruksi nasional yang jumlahnya sangat besar dan mampu menyerap hampir 1,5 juta pekerja tetap, serta 5 juta pekerja tidak tetap dalam setiap pekerjaan jasa konstruksi.

"Kami usulkan agar Pemerintah melalui Menteri PUPR dan Menteri BUMN mendorong BUMN konstruksi untuk lebih fokus menangani proyek-proyek konstruksi yang telah ditetapkan sebagai proyek strategis nasional, agar proyek-proyek tersebut dapat diselesaikan sesuai jadwal yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini, agar komitmen pemerintah dalam menyelesaikan proyek-proyek konstruksi dapat dicapai sesuai rencana dan agar proyek dimaksud dapat segera dimanfaatkan oleh masyarakat banyak untuk menunjang pertumbuhan ekonomi nasional maupun daerah," kata Berto.

Berto juga mengatakan, pemerintah perlu mempercepat rencana penggabungan atau merger perusahaan BUMN karya, BUMN kontruksi nasional yang ada saat ini. Hal ini, mengingat keberadaan perusahaan BUMN sudah tidak sesuai lagi dengan misi awal pendiriannya dan bahkan saat ini sudah tidak ada perbedaan usaha yang tegas antara BUMN kontruksi yang melakukan kegiatan usaha disektor jasa konstruksi. Sebab, semua BUMN karya/BUMN konstruksi memiliki bidang usaha yang sama atau sejenis dan bahkan saling tumpang tindih satu sama lainnya.

Akibatnya pada saat tender, jelas Berto, seringkali ada dua kemungkinan yang terjadi, yaitu mereka melakukan kerjasama pengaturan lelang atau arisan lelang. Kedua, mereka berkelahi antar sesama BUMN yang mengakibatkan harga penawaran menjadi tidak wajar dan dampaknya pada kualitas proyek.

Selain itu, lanjut Berto, pihaknya juga menyarankan agar Pemerintah melalui Kementerian PUPR dan Kementerian BUMN agar segera menerbitkan regulasi yang mengatur tentang pembatasan nilai paket pekerjaan yang bisa diikuti oleh BUMN konstruksi/BUMN karya, yaitu, hanya diatas Rp250 miliar dan harus bekerja sama/KSO dengan perusahaan swasta nasional yang mempunyai kemampuan, baik pengalaman, peralatan maupun keuangan untuk jenis pekerjaan dimaksud.

Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Budisantoso Budiman
COPYRIGHT © ANTARA 2019