Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru bisa dianggap bertindak adil dalam kasus aliran dana Bank Indonesia (BI) jika berani mengusut tuntas kalangan DPR yang menerima dana tersebut. "Kalau KPK berani mengusut tuntas pihak DPR baru terjadi keseimbangan antara yang menyuap dan yang disuap depan hukum," kata Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi di Jakarta, Kamis. Sementara ini dalam kasus aliran dana BI baru orang-orang BI yang telah ditetapkan sebagai tersangka yakni Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, Direktur Hukum Oey Hoy Tiong, dan mantan kepala biro BI yang kini menjabat Kepala Perwakilan BI di Surabaya Rusli Simandjuntak. Sedangkan dari kalangan DPR, KPK baru memeriksa anggota Komisi XI Hamka Yandu dan mantan anggota DPR Antony Zeidra Abidin yang kini menjabat wakil gubernur Jambi. Menurut Hasyim, jika dalam menangani kasus aliran dana BI itu KPK bisa berbuat adil dan seimbang, maka citra lembaga yang banyak disorot masih tebang pilih dalam menangani perkara itu akan terangkat. "Keseimbangan ini sangat perlu untuk mengangkat citra KPK sendiri yang selama ini dikesankan tebang pilih," kata pengasuh Pondok Pesantren Al Hikam Malang dan Depok tersebut. Hasyim mengatakan, ia merasa perlu memperingatkan KPK karena melihat dalam beberapa kasus lembaga itu gagal melakukan pengusutan secara tuntas. Misalnya, kasus dalam kasus dana non budgeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), yang masuk ke penjara hanya mantan menterinya, Rokhmin Dahuri. Padahal kasus tersebut melibatkan banyak orang. "Warning kita ini sangat beralasan, karena dalam kasus Rokhmin Dahuri yang jadi korban hanya yang bersangkutan saja, tapi pengusutan tidak sampai tuntas ke elit-elit politik (yang disebut-sebut menerima aliran dana itu)," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2008