Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah mempertahankan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah dan beras dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 13/2007 karena dinilai sudah ideal bagi petani, selain itu, kenaikan HPP akan mendorong naiknya harga beras yang bisa memberatkan konsumen. "Harga di tingkat petani sekarang sudah bagus, mungkin yang kurang bagus (harga beras) di tingkat orang miskin, makanya ada beras miskin (raskin) yang jatahnya diperbesar dari 10 kg jadi 15 kg per Rumah Tangga Miskin (RTM)," kata Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Ardiansyah Parman di Jakarta, Senin. Dalam Inpres No. 13/2007 disebutkan harga GKP (gabah kering panen) Rp2.000,00/kg, GKG (gabah kering giling) Rp2.575,00/kg, dan beras Rp4.000,00/kg. Menurut dia, pemerintah menilai HPP tersebut sudah menguntungkan bagi petani. Ia menegaskan pemerintah tidak membahas perubahan Inpres mengenai HPP tersebut. "Tidak ada bahas-bahas itu. HPP sudah dihitung pada waktu itu, sudah menguntungkan petani. Sekarang harga beras di dalam negeri dibandingkan harga beras di luar negeri masih tinggi. Kalau dinaikkan lagi (HPP-nya), berat dong konsumennya," tambahnya. Lebih lanjut Ardiansyah menjelaskan HPP hanya merupakan patokan bagi Bulog untuk membeli beras atau gabah petani ketika harga di lapangan anjlok. Namun, bukan berarti petani harus menjual beras mengikuti HPP. "Kalau ternyata pasar membeli lebih tinggi dari HPP, artinya lebih bagus, itu memang tujuannya. HPP itu hanya patokan untuk mengamankan harga ditingkat petani, tapi tidak dimaksudkan harga di pasar harus sama dengan harga di tingkat petani. Jadi kenapa kalau harga diatas HPP, HPP-nya harus dinaikkan?" paparnya. Sebelumnya, kalangan petani mendesak pemerintah untuk menetapkan HPP baru karena tidak sesuai dengan biaya produksi dan beban hidup petani. Ketua Dewan Pimpinan Wilayah, Perhimpunan Petani dan Nelayan Sejahtera Indonesia (PPNSI) Jawa Tengah Riyono mengusulkan, kenaikan HPP GKP dari Rp2.000,00 menjadi Rp2.300,00 GKG dari Rp2.575,00 menjadi Rp2.700,00, dan beras dari Rp4.000,00 menjadi Rp4.500,00. Menurut Riyono, biaya produksi padi tahun ini naik karena bencana banjir mengakibatkan petani mengeluarkan biaya ekstra untuk mengganti benih yang mati, penyemprotan hama, dan perbaikan saluran irigasi. Selain itu, kenaikan harga bahan pokok menyebabkan pengeluaran anggaran rumah tangga petani lebih besar dari biasanya. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2008