Jakarta (ANTARA News) - Dua anggota Komisi I DPR RI, masing-masing Dedy Djamaluddin Malik (Fraksi Partai Amanat Nasional) dan Andreas H Pareira (Fraksi PDI Perjuangan) menilai, kunjungan Presiden RI ke Iran pekan depan demi membuktikan Indonesia tidak berada di bawah ketiak AS. Keduanya memberi apresiasi atas `keberanian` Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berkunjung ke Iran yang dijadwalkan berlangsung 10 hingga 16 Maret mendatang, pasca Indonesia hanya menyatakan abstain di Sidang DK PBB dalam rangka voting resolusi ketiga pemberian sanksi kepada Iran terkait pengembangan energi nuklir. "Kunjungan presiden ke Iran, bisa memulihkan kembali hubungan harmonis RI - Iran, karena sikap Indonesia yang mendukung resolusi sebelumnya," kata Dedy Djamaluddin Malik kepada ANTARA News, Kamis. Tetapi, lanjutnya, kunjungan ini pun bisa bermakna, Indonesia tidak mau dicap sebagai negara dengan penduduk mayoritas Islam terbesar di dunia yang berada di bawah kendali AS. "Kita harus ubah citra itu. Bahwa kita tidak berada di ketiak AS yang menjatuhkan sanksi untuk ketiga kalinya kepada Iran," tegasnya. Bawa Pesan AS Ditemui terpisah, Andreas Pareira menambahkan, kunjungan Presiden Yudhoyono tersebut nampaknya terutama sebagai balasan atas lawatan Presiden Iran ke Indonesia tahun lalu. "Namun, makna berikutnya, kunjungan tersebut mungkin juga dimuati pesan dari AS, mengingat beberapa waktu yang lalu Menteri Pertahanan AS, Robert Gates, datang ke Jakarta. Bisa saja kunjungan ke sana dalam rangka membujuk Iran, agar lebih lunak dan mematuhi resolusi PBB mengenai pusat reaktor tenaga nuklirnya," paparnya. Dari sudut kepentingan Indonesia, menurutnya, Indonesia memang perlu mempererat hubungan dengan Iran. "Karena negara itu di bawah Presiden Ahmadinejad kelihatan akan mengarah menjadi kekuatan utama di Timur Tengah," tandas Andreas Pareira.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2008