Bandung (ANTARA News) - Kampus harus menjadi benteng yang kokoh dari politik kepentingan yang berlindung di balik `kedok` penelitian, kata Menkes Siti Fadilah Supari di Bandung, Selasa. "Politik kepentingan telah merambah hingga ke dinding kampus kita. Apapun yang kita hadapi sebaiknya jangan sampai mengorbankan bangsa sendiri," kata Siti Fadilah Supari di sela-sela kuliah umum bertajuk "Saatnya Dunia Berubah" di Kampus ITB Bandung. Menurut Menkes, saat ini cukup banyak politik kepentingan yang berkedok penelitian dan memberikan kerugian yang cukup besar bagi Bangsa Indonesia. Ia mengatakan, kampus sebagai dunia terpandang dan terhormat yang didukung oleh para peneliti yang tangguh harus berani menegakkan kebenaran. "Kampus harus menegakkan sikap mental dan berfikir merdeka, agar berkontribusi bagi peraihan kembali kejayaan bangsa," katanya. Ia mengingatkan, lingkungan ilmu pengetahuan ternyata tidak bebas nilai seperti dulu karena politik kepentingan telah merambah hingga ke dinding kampus. Pada kesempatan itu, Menkes mengkritik ilmuwan yang berfikir tidak secara ilmiah karena telah terjebak oleh kepentingan tertentu dalam pencarian kebenarannya. Mereka, kata dia, akan terbelenggu oleh kepentingan tertentu dan akan semakin menjauhkannya dari kebenaran yang seharusnya mereka tegakkan. "Berfikir ilmiah itu butuh hati nurani. Bila telah menegakan kerangka berfikir nurani artinya mereka sudah berfikir merdeka," katanya. Pernyataan Menkes pada kuliah umumnya tidak lepas kekecewanya terkait kasus pengiriman strain virus flu burung yang diambil dari sample korban virus itu di Indonesia yang kemudian dikuasai oleh sebagian kecil peneliti di luar negeri. Akibatnya, Depkes menghentikan pengiriman sample virus ke WHO karena hingga saat ini belum ada jaminan mekanisme penggunaan vaksin itu. Pengiriman strain virus flu burung itu dihentikan Pemerintah sejak 20 Desember 2006 lalu. "Dari seluruh sample yang dikirim, baru 48 yang dikembalikan dan sebagian diantaranya terkontaminasi," kata Menkes.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2008