Yogyakarta (ANTARA News) - Pemicu munculnya semburan lumpur panas di Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, masih menjadi perdebatan para pakar, meski Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyatakan kasus itu sebagai bencana alam. "Kalangan pakar masih beradu argumentasi mengenai penyebab dan pemicu munculnya semburan lumpur Lapindo, dan bahkan di kalangan pakar sendiri ada dua `kubu` yang beda pendapat," kata pakar Geologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Ir Agus Hendratno MSc di Yogyakarta, Rabu. Ia mengatakan, mereka yang pro adalah yang sependapat dengan BPPT bahwa pemicunya adalah gempa bumi tektonik di Yogyakarta dan Jawa Tengah 27 Mei 2006, sedangkan mereka yang kontra berpendapat pemicunya adalah kesalahan teknis dalam proses pengeboran yang dilakukan PT Lapindo Brantas. Kata dia, dalam suatu diskusi mengenai lumpur Lapindo yang dihadiri sejumlah pakar, belum lama ini, mengemuka pemahaman tentang penyebab bencana alam dan bencana manusia. Bencana alam yang disebabkan oleh alam, bencana alam akibat ulah manusia, bencana manusia yang disebabkan oleh manusia, dan bencana manusia yang terjadi karena alam. Menurut Agus, apa yang terjadi di Sidoarjo dengan semburan lumpur panasnya itu adalah alam yang `diutak-atik` manusia sehingga menyebabkan bencana alam. "Kesimpulan yang mengatakan bencana lumpur panas di Sidoarjo merupakan bencana alam karena alam, kurang tepat," katanya. Kata dia, jika dikatakan munculnya semburan lumpur panas di Sidoarjo terkait dengan gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah 27 Mei 2006, bisa saja pendapat itu benar dengan dasar dari hasil penelitian yang didukung data yang akurat. "Namun, sebagian pakar mengatakan pemicunya adalah kesalahan teknis dalam pengeboran yang dilakukan PT Lapindo Brantas," kata Agus Hendratno yang pernah tergabung dalam tim ahli yang melakukan penelitian di lokasi semburan lumpur pada awal kemunculan semburan lumpur panas tersebut. BPPT belum lama ini menyatakan bahwa kasus lumpur Lapindo termasuk dalam kategori bencana alam. Pernyataan tersebut berdasarkan temuan terbaru yang menguatkan laporan dari tim bentukan DPR-RI bahwa kasus lumpur Lapindo tergolong bencana alam. Menteri Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman juga mengatakan semburan lumpur panas di Sidoarjo itu terkait erat dengan gempa bumi tektonik di Yogyakarta dan Jawa Tengah pada 27 Mei 2006. Gempa bumi tektonik terjadi di Yogyakarta 27 Mei 2006, dan lumpur Lapindo mulai menyembur pada 29 Mei 2006. Gempa tersebut, menurut Kusmayanto, mempengaruhi produktivitas fluida di sumur-sumur sekitar Banjar Panji-1. "Lumpur pada kedalaman 1.000 - 2.000 meter di bawah permukaan tanah bisa mencapai permukaan akibat peristiwa alam seperti aktivitas tektonik dan aspek-aspek geologi yang terkait dengan kondisi geohidrologi dan geothermal," katanya.(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2008