Jakarta (ANTARA News) - Jatuhnya harga gabah di tingkat petani yang sering terpaut jauh dengan harga beras dunia terutama disebabkan oleh keterlambatan pemerintah membeli gabah petani ketika musim panen tiba. "Urusan pemerintah itu yang menyebabkan harga gabah di tingkat petani anjlok, karena begitu panen tidak segera dibeli," kata Ketua Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin), Adi Sasono, di Jakarta, Selasa. Dia mengatakan petani tentunya membutuhkan uang setelah panen untuk keperluahan hidup sehari-hari, dan jika pemerintah tidak dengan segera membeli gabah milik petani maka tengkulak akan langsung `bermain`. Dari segi produksi beras, Adi mengatakan, produk beras Indonesia memiliki peluang besar untuk dapat meningkat. Saat ini produksi beras rata-rata mencapai 4,5 ton per hektar, dan Dekopin sudah mengembangkan lahan pertanian organik yang mampu memproduksi delapan hingga 10 ton per hektar. "Jadi sebenarnya untuk mereka berproduksi peluangnya masih besar sekali, dan ikhtiarnya tidak terlalu repot," ujar dia. Dengan meluasnya banjir di Pulau Jawa, menurut Adi, memang akan mengurangi produksi beras tetapi tidak akan terlalu banyak. Kekurangan akibat banjir masih dapat dikompensasi dengan peningkatan produksi per satuan hektar. Sementara itu, Menteri Pertanian Anton Apriantono sendiri seusai menutup Agrinex 2008 mengatakan, dirinya sedang prihatin dengan anjloknya harga gabah di tingkat petani. Menurut dia, anjloknya harga gabah petani disebabkan oleh berlebihnya suplai dibanding permintaan. Dia mengatakan produksi beras petani saat sedang berlebih. (*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2008