Singapura (ANTARA News) - Myanmar menjadikan Indonesia sebagai contoh untuk peralihan yang direncanakan menuju supremasi sipil, kata utusan khusus PBB, Ibrahim Gambari, dalam pernyataan yang diterbitkan Rabu. "Saya bisa mengungkapkan kepada anda bahwa junta sedang mencari model yang mirip dengan Indonesia, yaitu ada peralihan dari militer ke kekuasaan sipil dan pada akhirnya sampai ke demokrasi," kata Gambari dalam wawancara dengan surat kabar terbitan Singapura, Straits Times. Gambari, yang mengunjungi Myanmar awal Maret, mengatakan penguasa militer negara itu juga sedang mempelajari pengalaman Thailand --yang pernah berada di bawah kekuasaan tentara, ungkap berita tersebut. Indonesia sebagai contoh peralihan ke kekuasaan sipil dirancang oleh Presiden Suharto. Jenderal Suharto meraih kursi presiden pada tahun 1968, lalu menjadi purnawirawan, dan di bawah kekuasaannya, militer mendapat kursi di parlemen sedangkan para perwira mendapat jabatan di pemerintahan. Myanmar, yang diperintah militer, sudah memulai "peta jalan" menuju demokrasi, salah satunya adalah rancangan konstitusi baru yang baru saja selesai disusun. Piagam itu selanjutnya akan melewati referendum pada bulan Mei disusul pemilihan pada tahun 2010. The Straits Times yang dilansir AFP menyatakan Gambari berbicara panjang lebar mengenai usul konstitusi Myanmar. Rancangan konstitusi itu melarang tokoh demokrasi, Aung San Suu Kyi, ikut pemilihan, dan para pengecam menganggap hal itu adalah usaha lain dari junta untuk tetap berkuasa. Gambari mengatakan naskah piagam itu memuat klausul yang akan membuat militer tetap memiliki peran dominan dalam politik. Sekitar 25 persen kursi parlementer akan diduduki oleh junta, dan militer akan memiliki kekuasaan untuk menunjuk personil di kementerian-kementerian penting, seperti pertahanan, dalam negeri, dan urusan perbatasan, tulis Straits Times --yang mengutip Gambari. Konstitusi yang diusulkan itu menganjurkan demokrasi banyak partai dengan Pemilu secara berkala, namun konstitusi itu memberi kekuasaan besar kepada presiden, yang bisa mengangkat atau mencopot pejabat legislatif dan pengadilan. Wawancara dengan Gambari di New York itu dilakukan setelah Gambari berkunjung ke Myanmar tanggal 6-9 Maret, dan dia menyebut hasil kunjungan itu mengecewakan. Junta Myanmar menolak usul Gambari untuk mengamandemen konsitusi tersebut serta menolak tawaran bagi bantuan teknis PBB serta pengamat luar negeri selama referendum. Gambari mengadakan dua kali pertemuan dengan Aung San Suu Kyi, namun dia tak dapat bertemu pemimpin junta, Jenderal Tan Shwe.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2008