Jakarta (ANTARA) - Lembaga riset Nielsen mengemukakan perhatian masyarakat terhadap keadaan ekonomi meningkat seiring masih berlangsungnya perang dagang global dan belum pastinya kebijakan pemerintah setelah pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu).

"Perhatian masyarakat terhadap ekonomi naik, dari eksternal salah satunya masih ada kekhawatiran perang dagang. Dari domestik, program ekonomi dari pemerintah belum terjawab, mau dibawa kemana setelah Pemilu," kata Managing Director Nielsen Indonesia, Agus Nurudin di Jakarta, Rabu.

Pada kuartal kedua tahun ini, ia mengemukakan persentase kekhawatiran konsumen akan keadaan ekonomi meningkat cukup tajam menjadi 37 persen, dibandingkan kuartal sebelumnya di tahun yang sama sebesar 31 persen.

Faktor itu, lanjut dia, diduga juga memicu Iebih banyak konsumen yang menyatakan bahwa negara sedang dalam keadaan resesi pada kuartal dua yaitu 57 persen, meningkat jauh dari kuartal sebelumnya yang hanya 41 persen.

"Tidak mengherankan bila kemudian juga Iebih banyak konsumen yang berpendapat bahwa negara sedang dalam keadaan resesi ekonomi," katanya.

Mengantisipasi kekhawatiran itu, lanjut dia, masyarakat cenderung memilih untuk menabung dan menurunkan anggaran biaya melakukan perjalanan liburan.

"Praktis masyarakat sudah tahu dalam menghadapi perubahan yang ada. Kekhawatiran ekonomi membuat tabungan naik," katanya.

Dalam hal mengalokasikan dana cadangan, Agus Nurudin mengatakan, memang tidak terlalu banyak perubahan dari kuartal pertama, dimana persentase konsumen memilih untuk menabung sebesar 67 persen pada kuartal kedua dari sebelumnya 66 persen.

Sementara untuk berlibur, persentasenya mengalami penurunan menjadi 44 persen dari 47 ersen, dan investasi pada saham atau reksadana menjadi sebesar 40 persen dari 44 persen.

"Pengeluaran untuk 'entertainment' dikurangi, masyarakat juga cenderung menunda perbaikan rumah," katanya.

Kendati demikian, Agus Nurudin mengatakan pelaku usaha tidak perlu mengkhawatirkan terhadap prospek bisnisnya. Pelaku usaha harus membangun kepercayaan kepada masyarakat bahwa ekonomi memang baik-baik saja.

"Pemerintah juga harus ambil bagian. Kalau ingin meyakinkan ekonomi stabil maka harus ada suatu upaya baik pengusaha maupun pemerintah yang meyakinkan," katanya.

Sementara itu, konsumen yang menyatakan khawatir akan stabilitas politik di dalam negeri turun menjadi 31 persen pada kuartal kedua 2019, dibandingkan kuartal pertama sebelumnya 34 persen.

Sementara itu, kekhawatiran konsumen lainnya pada kuartal kedua 2019 diantaranya, keseimbangan antar hidup atau pekerjaan stabil di angka 16 persen, toleransi antar umat beragama menurun menjadi 15 persen dari 17 persen. Sementara itu kekhawatiran akan terorisme meningkat menjadi 13 persen dari sebelumnya sembilan persen.

Baca juga: Nielsen: Indonesia kembali menjadi negara teroptimistis ketiga dunia
Baca juga: Iklan rokok paling banyak tayang di media luar ruang

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Ahmad Wijaya
COPYRIGHT © ANTARA 2019