Semarang (ANTARA News) - Jawa Tengah tahun 2008 diperkirakan bakal surplus dua juta ton beras dari total produksi padi yang mencapai 9.138.383 ton sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Jateng mampu surplus beras karena adanya peningkatan produksi, intensifikasi, dan penurunan konsumsi, kata Kasubid Pengadaan dan Cadangan Pangan Badan Bimbingan massal Ketahanan Pangan (BMKP) Jateng, Samlawi, di Semarang, Rabu. "Kita memang terus menggenjot agar produksi padi di berbagai daerah di provinsi ini meningkat," katanya pada diskusi "ketahanan Pangan di Jateng" yang diadakan Badan Informasi, Komunikasi, dan Informasi (BIKK) Jateng. Ia mengatakan, sebanyak 16 kabupaten/kota di Jateng, yakni Cilacap, Banyumas, Kebumen, Purworejo, Magelang, Boyolali, Wonogiri, Sragen, Grobogan, Blora, Rembang, Pati, Demak, Kendal, Pemalang, dan Brebes pada bulan Maret 2008-April 2007 telah memasuki musim panen. Menurut dia, perencanaan/prognosa pengadaan gabah/beras petani per bulan yang dilakukan Bulog perlu disosialisasikan kepada masyarakat yang disertai daftar mitra dan pemantauan perkembangan harga. "Peningkatan peranan aparat kabupaten/kota dalam menjaga stabilitas harga, cadangan pangan wilayah, dan mengoptimalkan dana talangan gubrenur untuk menyerap gabah kalangan petani perlu diintensifkan," katanya. Kasubdin Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perdagangan Jateng, Edison Ambrarura mengatakan, beras merupakan komoditi strategis sekaligus merupakan barang kebutuhan pokok yang sangat esensial karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Pemerintah telah menyusun berbagai kebijakn perberasan agar harga dipasaran stabil, tak merugikan petani, dan tidak membebani kalangan masyarakat yang memang mengandalkan beras untuk kebutuhan hidup. Ia mengatakan, jumlah kebutuhan beras rata-rata untuk konsumsi masyarakat saat ini sebesar 92,87 kg per tahun, sedangkan kebutuhan beras Jateng rata-rata sebesar 256,786 ton per bulan. "Beras dalam arti kuantitatif sulit diukur karena beras mudah bergerak seiring dengan arus barang dalam kegiatan perdagangan," katanya. Kenaikan harga beras, katanya, biasanya dipengaruhi kebijakan pemerintah terkait harga gabah, pupuk, saprotan, distorsi distribusi, produk/setok menipis, dan ulah kalangan spekulan/pedagang.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2008