Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah melalui tim penasihat hukumnya, Selasa, mengajukan permohonan penangguhan penahanan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Kami mengajukan permohonan penangguhan atau setidaknya pengalihan jenis tahanan," kata penasihat hukum Burhanuddin, M. Assegaf di gedung KPK. Sebelumnya (10/4), KPK menahan Burhanuddin di rumah tahanan Mabes Polri, berdasar surat perintah penahanan nomor Sprin.Han-11/01/IV/2008 dalam kasus dugaan aliran dana BI ke sejumlah anggota DPR dan mantan pejabat BI. Assegaf menilai penahanan kliennya harus ditangguhkan karena masih aktif menjabat sebagai Gubernur BI yang harus menjalankan tugas. "Sebagai Gubernur Bank Indonesia yang aktif, dalam menjalankan tugas klien kami berkewajiban untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran serta mengatur dan mengawasi bank sesuai dengan Undang-undang BI," kata Assegaf yang juga tertulis dalam surat permohonan penangguhan penahanan bernomor 005/TAGBI/MA-AS/IV/2008. Selain itu, tim penasihat hukum Burhanuddin menganggap kliennya selalu kooperatif dengan upaya penyidikan yang dilakukan oleh tim KPK. Burhanuddin juga dianggap telah membuka informasi dan dokumentasi seluas-luasnya yang diperlukan oleh penyidik. Dalam permohonan itu, tim penasihat hukum melampirkan surat penyataan pemberian jaminan dari keluarga Burhanuddin. Surat itu antara lain memuat penyataan jaminan bahwa Burhanuddin tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan barang bukti, dan tidak akan mengulangi perbuatan yang disangkakan. Pada kesempatan itu, tim penasihat hukum Burhanuddin juga menyertakan surat permohonan penangguhan penahanan dari Dewan Gubernur BI. Surat bernomor 10/1/DG/Dhk itu ditandatangani oleh Deputi Gubernur Senior Miranda S. Goeltom, serta empat Deputi Gubernur, yaitu Siti Ch. Fadjriah, Hartadi A. Sarwono, S. Budi Rochadi, Muliaman D. Hadad, dan Ardhayadi. KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus aliran dana Bank Indonesia, yaitu Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, Direktur Hukum BI Oey Hoy Tiong, dan mantan Kepala Biro Gubernur BI, Rusli Simandjuntak, yang kini menjabat Kepala Perwakilan BI di Surabaya. Ketiga tersangka itu telah ditahan. Berdasar laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kasus dana BI bermula ketika rapat Dewan Gubernur BI yang dipimpin Burhanuddin Abdullah mengeluarkan persetujuan untuk memberikan bantuan peningkatan modal kepada Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) senilai Rp100 miliar. Oey menyerahkan dana YPPI sebesar Rp68,5 miliar kepada pejabat BI yang saat itu terjerat kasus hukum dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yaitu Gubernur BI Soedrajad Djiwandono, Deputi Gubernur BI Iwan R Prawiranata, dan tiga Direksi BI, yaitu Heru Supraptomo, Hendro Budianto, dan Paul Sutopo. Pada pemeriksaan di KPK, Oey mengaku menyerahkan uang tersebut kepada para mantan pejabat BI. Namun, Oey mengaku tidak tahu lagi ke mana uang tersebut setelah diserahkan kepada mereka. Uang senilai Rp31,5 miliar diberikan oleh Rusli Simandjuntak dan Aznar Ashari kepada panitia perbankan Komisi IX DPR periode 2003 untuk penyelesaian masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan amandemen UU No 23 Tahun 1999 tentang BI. Pada pemeriksaan di KPK, mantan ketua sub panitia perbankan Komisi IX DPR, Antony Zeidra Abidin, yang disebut menerima uang itu dari Rusli, membantah aliran dana tersebut.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2008