Denpasar (ANTARA News) - Puluhan pasar lokal yang dibangun di desa-desa saat gencar dilaksanakan program Inpres Desa Tertinggal atau IDT di Kabupaten Karangasem, wilayah timur Propinsi Bali, kini mati setelah ditinggalkan para pembeli dan pedagangnya. Program pembangunan "pasar IDT" yang tampaknya terlalu dipaksakan tersebut sulit dipertahankan, seiring membaiknya sarana jalan menuju pasar yang lebih ramai di tingkat kecamatan, demikian keterangan yang dihimpun ANTARA News dari Karangasem, Kamis. Seperti di Kecamatan Selat, yang semula setiap desa terdapat minimal satu pasar lokal, yang mampu bertahan dan terus berkembang hanya Pasar Desa Selat, Muncan dan Pasar Sangkan Gunung. Sementara di Kecamatan Bebandem, yang masih ramai oleh banyaknya pedagang dan pembeli hanya Pasar Telaga, Kalanganyar dan Pasar Sebatu. Puluhan pasar lainnya bagai "hidup segan mati tak hendak", karena umumnya yang masih bertahan hanya beberapa kios barang kelontong dan sayuran dengan pembeli terbatas warga sekitarnya. Di pusat kebun salak Desa Sibetan, yang luasnya hampir 80 persen dari wilayah Kecamatan Bebandem, yang paling ramai adalah Pasar Telaga, yang sekaligus sebagai pusat penjualan salak dari para petani dan pedagang, guna dijual kepada pembeli dari luar daerah, terutama Jakarta. Kepala Bagian Humas Setda Kabupaten Karangasem, I Komang Agus Sukasena, SIP, mengakui banyaknya pasar lokal yang mati, karena pedagang maupun pembeli lebih memilih berkumpul di pasar yang lebih ramai. Pembangunan pasar lokal di hampir setiap desa di Karangasem pada "zaman IDT" setelah krisis ekonomi 1997 itu, katanya, semula lebih dimaksudkan untuk memenuhi salah satu kriteria agar desa setempat tidak masuk sebagai desa tertinggal. Namun dalam perkembangan selanjutnya, pasar-pasar buatan tersebut sebagian besar mati, akibat minimnya pembeli, kemudian disusul hengkangnya para pedagang ke pasar yang lebih ramai. Bupati Karangasem I Wayan Geredeg, telah mengambil kebijakan untuk mempertahankan keberadaan pasar tradisional yang masih berkembang di delapan kecamatan setempat, melalui pengalokasian anggaran pembangunan kios maupun fasilitas jalan dan areal parkir. Dengan memperhatikan pembangunan sarana pada pasar-pasar tradisional yang masih mampu bertahan itu, diharapkan keberadaan pasar tersebut bisa tetap eksis meskipun harus bersaing dengan kehadiran pasar modern.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2008