Beijing (ANTARA News) - Pengusaha China yang memiliki minat besar meningkatkan hubungan ekonomi dengan Indonesia belum diimbangi dengan pengetahuan cukup mengenai potensi Indonesia, sehingga hubungan bilateral kedua negara masih belum optimal. "Minat besar pengusaha China yang sebetulnya ingin meningkatkan hubungan ekonomi dengan Indonesia, masih terkendala dengan belum diimbanginya pengetahuan cukup banyak tentang kita," kata Kepala Fungsi Ekonomi KBRI Beijing Iwan S. Amri, di Beijing, Sabtu. Dibanding dengan pengusaha dari negara atau wilayah lain, seperti dari Jepang, Hongkong dan Korsel, pemahaman mengenai potensi ekonomi Indonesia oleh pengusaha China masih tertinggal. Kondisi tersebut antara lain disebabkan Jepang, Hongkong dan Korsel sudah jauh terlebih dahulu meningkatkan hubungan ekonomi dengan Indonesia di berbagai sektor. "Situasi ini memang bisa dipahami karena China baru sekitar 10 tahun menjadi negara kaya, sehingga pengusahanya pun terbilang masih relatif baru untuk mengetahui potensi ekonomi Indonesia," katanya. Akibat mayoritas pengusaha China masih belum terlalu lama mengenal potensi Indonesia, maka mereka masih belum memiliki jaringan kerja yang begitu bagus dan kuat dengan orang-orang atau pengusaha Indonesia. "Mereka (pengusaha China) umumnya belum terlalu mengenal Indonesia secara baik dibanding dengan pengusaha dari negara-negara lain yang sudah lebih dahulu bermitra dengan Indonesia," kata Iwan. Meskipun demikian, tegas Iwan, sebagai negara yang saat ini sangat kaya mengingat memiliki cadangan devisa mata uang asing yang besar, yaitu 1.682,2 miliar dolar AS, potensi China seharusnya bisa ditangkap oleh pemerintah maupun pengusaha Indonesia. "Dari laporan dan surat yang masuk ke kita, minat pengusaha China untuk meningkatkan hubungan ekonomi dengan Indonesia sangat banyak. Mereka punya uang sangat banyak dan orientasinya sedang berupaya menanamkan modal ke luar negeri," katanya. Untuk menangkap peluang itu, pemerintah dan pengusaha Indonesia selain harus pro-aktif, juga harus mendisain suatu mekanisme kelembagaan yang tepat sehingga peluang yang ada tidak akan sia-sia. Ia menilai, adanya Kemitraan Strategis yang telah ditandatangani Presiden Yudhoyono dan Presiden Hu Jintao April 2005, sudah bisa menjadi pemicu bagi kedua pengusaha untuk meningkatkan hubungan ekonomi. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2008