Jakarta (ANTARA News) - Bank asing lebih meminati penggunaan resi gudang sebagai jaminan kredit ketimbang bank lokal termasuk bank BUMN padahal payung hukumnya sudah ada dengan diterbitkannya Undang-Undang No.9 tahun 2006. "Asing lebih memiliki pengalaman menggunakan resi gudang sebagai jaminan kredit, sementara bank lokal masih berpegang pada aset tetap," kata Direktur Utama PT.Bhanda Ghara Reksa, Mulyanto di sela-sela "Family Gathering" perusahaan ini di Dunia Fantasi Ancol Jakarta, Minggu. Menurut Mulyanto, tercatat ada 13 bank yang menandatangani perjanjian manajemen jaminan (collateral management agreement, CMA) tetapi yang banyak berjalan baru dengan bank asing. Padahal dalam kerjasama itu terlibat juga empat bank BUMN yakni BNI, BRI, Mandiri, dan Bank Ekspor Indonesia (BEI) tetapi yang lebih banyak berjalan ternyata dari HSBC, StandardChartered Bank, DBS, dan Rabo Bank, ungkapnya. Mulyanto menambahkan, dalam resi gudang sendiri ada tiga tipe yang dijalankan yakni, CMA, kerjasama mengacu kepada UU No.9 tahun 2006, serta penggunaan bukti pemilikan sebagai jaminan kepada bank. Dalam CMA dibagi nantinya ada dua resi yang diterbitkan yakni atas nama dan atas unjuk. Keduanya dapat dipergunakan pemilik barang untuk mencairkan dana yang ada di bank, paparnya. Mulyanto mengatakan, seharusnya bank belajar dari krisis ekonomi tahun 1998 saat itu harga aset tetap (fix) justru turun sepersepuluhnya. Sehingga apabila eskportir semula bisa beli 10.000 ton hanya mampu membeli 1.000 ton saja. "Ini tentunya akan berbeda seandainya ketika itu perbankan mengantongi stok barang sebagai jaminan. Sekalipun terjadi gejolak di dalam negeri bank memakai jaminan berdasarkan nilai barang di luar negeri," ujarnya. Mulyanto lebih jauh mengatakan, dengan resi gudang maka penyaluran kredit dapat lebih fleksibel dan transparan ketimbang fix asset karena pencairan didasarkan kepada nilai barang yang ada di gudang. Sementara kalau menggunakan fix asset berarti tergantung kepada nilai asetnya tanpa melihat kemampuan barang. Saat ini perbankan lokal baru memakai jaminan 50 persen fix asset baru sisanya resi gudang, paparnya. Sesuai Peraturan Bank Indonesia, sebenarnya sistem resi gudang ini sudah dapat berlaku di bank-bank sepanjang kreditnya ditujukan untuk modal kerja lagi pula sebenarnya resiko diperbankan lebih kecil. Bank akan memegang jaminan dalam bentuk kertas yang diterbitkan perusahaan penyelenggara CMA seperti halnya PT.Bhanda Ghara Reksa (BGR) sepertihalnya jaminan kredit berpegang pada surat Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) Perusahaan penyelenggara resi gudang tidak bisa sembarangan, hanya perusahaan yang sudah mendapatkan registrasi dari Badan Pengawas Perdagangan Komoditi (Bapekti), kemudian ikut di dalamnya lembaga penilai dan asuransi. "Semuanya harus dalam satu wadah sehingga pemilik barang tinggal berhubungan dengan perusahaan semuanya sudah terlayani, untuk kemudian dari selembar kertas itu dapat diperjualbelikan atau mendapat kredit dari bank," ujarnya. Mulyanto mengatakan, tidak semua gudang bisa menerbitkan resi gudang hanya yang sudah terdaftar (register) saja PT.BGR sendiri dari 300 gudang yang dimiliki yang mendapat registrasi penyelenggaraan CMA hanya 52. Produk yang dapat diterbitkan resi tercatat ada 20 seperti kopi, cokelat, lada, rumput laut, jagung, beras, gabah, kedelai, pupuk, plat baja, pipa, timah, karet, kertas, tekstil, kapas, elektronik. Nilai transaksi dari CMA yang ditangani PT.BGR sendiri saat ini baru mencapai Rp25 miliar tahun 2007, sedangkan tahun 2006 Rp16 miliar, sehingga PT.BGR tidak mengandalkan CMA sebagai pemasukan tetapi jasa pergudangan beserta produk derivatifnya. Sedangkan Komisaris PT.BGR yang ditemui dalam acara gathering dalam rangka HUT ke-31, Adiansyah S.Parlan mengatakan, melalui pola CMA sebenarnya pemilik barang akan mendapatkan manfaat lebih besar ketimbang ditaruh di deposito karena bisa mengatur kapan harus menjual barangnya. Begitu juga kalau mendapatkan kredit bunganya bisa lebih ringan. Resi gudang sangat bermanfaat bagi petani misalnya saat panen harga rendah maka sebagian dapat distok digudang. Sementara kalau harga bagus baru dapat dilepas di pasar. Resi gudang juga dapat menjadi alternatif pembiayaan karena dapat diperjual belikan. Terkait hal itu, ujarnya, saat ini tengah dijajaki kerjasama dengan Pertamina untuk mengelola gudang BBM, serta Bulog untuk mengolah gudang beras miliknya, katanya. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2008