Padang (ANTARA News) - Ketentuan UU No.40/1999 tentang pokok pers dapat "mengriminalkan" pembuat UU No.10/2008 tentang Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD karena telah memunculkan kontroversi antar perundang-undangan. Sebagai contoh Pasal 99 ayat 1 UU Pemilu itu menyebutkan, dapat membredel media cetak yang tidak adil dan tidak seimbang dalam pemuatan berita dan wawancara serta untuk memasang iklan kampanye bagi peserta Pemilu, kata Wakil Ketua Dewan Pers, Leo Batubara di Padang, Sabtu. Hal itu disampaikannya saat menjadi narasumber pada workshop "Sosialisasi UU No.10/2008 tentang Pemilu anggota DPR, DPD dan DPRD" yang digelar Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) Sumbar. Menurut dia, Ketentuan UU No.40/1999 tentang pokok pers dapat mengriminalkan pembuat UU yang mengatur pembredelan media massa tersebut. Hal ini dapat dilakukan, karena dalam UU No.40/1999 tentang pers pada pasal 18 ayat 1 mengancam pidana penjara paling lama dua tahun bagi siapa saja yang mengenakan pembredelan dan pelarangan penyiaran. Kontroversi lainnya nampak pada Pasal 96 ayat 4 yang menyebutkan, media massa cetak dan lembaga penyiaran wajib menyiarkan iklan kampanye Pemilu layanan masyarakat non-partisan paling sedikit satu kali dalam sehari dengan durasi 60 detik, kata Leo. Bagaimana caranya media cetak menyiarkan iklan dalam durasi 60 detik, karena koran terbitnya selama satu hari (24 jam, red), tambahnya. Ketentuan itu sangat kontroversi karena kewajiban dalam Pasal 96 ayat 1 jika tidak dilaksanakan media massa, bisa kena sanksi antara lain pembekuan kegiatan pemberitaan untuk waktu tertentu dan pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran atau pencabutan izin penerbitan. Leo mengatakan, menyikapi kontroversi-kontroversi tersebut Ketua Pansus RUU Pemilu itu, Ferry Mursidan Baldan menyebutkan, "Karena berdasarkan Pasal 99 ayat 2 UU Pemilu, pihak KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), Dewan Pers dan KPU yang berwenang menetapkan ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan pemberian sanksi pencabutan izin pemberitaan media cetak, maka KPI, Dewan Pers dan KPU berwenang untuk tidak melaksanakan ancaman pembredelan tersebut". Menurut dia, pernyataan itu disampaikan Ferry dalam diskusi siaran kampanye yang digelar KPI di Jakarta 29 Mei 2008 dihadiri KPU dan Dewan Pers. Akan tetapi, dalam Indonesia Paradox, anggota DPR justru berpendapat ketentuan pelaksanaan oleh KPU, Dewan Pers dan KPI dapat mensubordinasi ketentuan UU. Selain itu, tambah Leo, Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu, Andi Yuliani Paris mengeluarkan pendapat, "Peraturan kampanye adalah jabaran dari UU Pemilu. Peraturan itu harus sejalan dengan UU. Kalau Memang ada sanksi dalam UU, di peraturan sanksi tersebut juga harus dikongkritkan". Ia menambahkan, anggota DPR itu juga mendukung pembredelan media cetak, bila tidak adil dan berimbang dalam liputan Pemilunya. Terkait berbagai kontroversi yang membingungkan itu, Leo Batubara menyatakan, Ketentuan UU No.40/1999 tentang pokok pers dapat mengkriminalkan pembuat UU No.10/2008 tentang Pemilu.(*)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2008