Jakarta (ANTARA News) - Peta zonasi gempa di Indonesia ditinjau ulang dan disesuaikan dengan hasil riset pemetaan patahan aktif, penyesuaian parameter kegempaan, serta teknologi terbaru yang berguna bagi peningkatan keamanan infrastruktur nasional.

"Hasil kajian ini akan menjadi masukan bagi peraturan mengenai parameter desain struktur bangunan dan infrastruktur lainnya, khususnya di daerah dengan resiko kegempaan yang tinggi," kata Deputi Menteri Riset dan Teknologi bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek Idwan Suhardi pada Workshop "Peta Zonasi Gempa Indonesia Terpadu untuk Membangun Kesiapsiagaan Masyarakat" di Jakarta, Selasa.

Menurut Idwan, kebanyakan korban gempa meninggal justru akibat tertimpa bangunan, di sisi lain banyak bangunan yang rusak parah karena lokasinya persis berada pada alur patahan gempa.

Karena itu, ujarnya, perlu ada peta zonasi gempa yang baru, yang lebih rinci serta terpadu di setiap wilayah resiko gempa di Indonesia, sehingga infrastruktur yang dibangun di atasnya memenuhi persyaratan kegempaan.

"Mencegah kerusakan jauh lebih baik daripada harus menghabiskan ratusan miliar hingga triliunan rupiah untuk melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi, apa lagi kalau harus menghitung korban nyawa," katanya.

Saat ini. ujarnya, mitigasi bahaya gempa di Indonesia mengacu pada SNI-03-1726-2002 untuk bangunan, namun SNI ini memiliki banyak kekurangan dan kelemahan sehingga perlu direvisi dengan data terbaru dan metode analisis terkini.

Sementara itu, Kepala Pusat Mitigasi Bencana ITB, Dr I Wayan Sengara, mengatakan, riset menemukan sejumlah zone patahan terbaru yang sangat mempengaruhi hasil kajian analisis bahaya gempabumi probabilistik (PSHA).

Zona tersebut antara lain, patahan Sunda, Semako, Kumering, dan lain-lain di wilayah Sumatera dan patahan Lembang, Opak dan Baribis di Jawa serta berbagai patahan lain di Nusa Tenggara.

"Sekarang ini misalnya, kita tidak mempunyai data rinci mengenai patahan Cimandiri di Banten, patahan Lembang di Jawa Barat, patahan Opak di Jawa Tengah, ataupun patahan Baribis di Jawa Barat-Jawa Tengah, sehingga kita juga tidak tahu resikonya, padahal kawasan ini sangat padat penduduk," katanya.

Kemungkinan terjadinya gempa akibat patahan-patahan tersebut, urainya, memiliki probabilitas 10 persen dalam 50 tahun.(*)

Pewarta: kunto
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2009