Jakarta (ANTARA News) - Serikat Pekerja Internasional (SPI) menyatakan pihaknya sudah banyak membantu kesulitan yang dialami para tenaga kerja migran (migrant worker) yang jumlahnya sampai tahun ini jutaan orang dan tersebar di seluruh dunia.

Di antara bantuan yang diberikan kepada tenaga kerja migran, seperti penipuan, paspor hilang hingga adanya tindakan kekerasan kepada pekerja, kata Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja Uni Asia Pasifik (UNI-Apro ASETUC) bidang ritel, Mohamed Shafie BP Mammal, usai penutupan sidang Serikat Pekerja Asia Pasifik, di Jakarta, Rabu.

Oleh karena itu, kata Shafie, pihaknya mengimbau agar ada standar perlindungan kepada tenaga kerja migran itu di masing-masing negara, seperti paspor harus dipegang oleh orang bersangkutan, pekerja mendapatkan kartu tanda (ID Card) dan ada akses komunikasi yang terbuka bagi pekerja.

"Masalah itu menjadi bagian dari kesimpulan penting dalam pertemuan itu, dan akan direkomendasikan kepada masing-masing negara yang pada akhirnya menjadi salah satu kebijakan yang sama dari sesama anggota ASEAN," katanya.

Pertemuan serikat pekerja tingkat Asia Pasifik tersebut dihadiri lebih dari 200 orang dari utusan beberapa negara seperti, Malaysia, Singapura, Filipina, Vietnam, Kamboja dan Pakistan.

Selain utusan negara, sidang itu dihadiri juga beberapa utusan organisasi di lingkungan ASEAN dan PBB seperti, Dr Alladin D. Rillo, Kepala Divisi Keuangan Organisasi ASEAN; Man Ho So, dari Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO), Jakarta, dan El-Mostafa Benlamlih dari UNDP Indonesia.

Shafie yang didampingi Direktur Telekomunikasi Uni Apro, Dr. Kun Wardana Abyoto, Alberto Emilio Yuson (Jenewa), Dr. Apichai Sunchidah, (Thailand) Marlene Rairez, menyebutkan, jutaan pekerja dari Filipina, Indonesia, dan Pakistan, mempunyai banyak masalah seperti paspor hilang, pekerja ditipu majikannnya, penyiksaan dari pihak ketiga, dan bentuk kekerasan lainnya termasuk pelecehan seksual.

Serikat pekerja yang tergabung dalam Asia Pasifik, proaktif memberikan bantuan konsultasi, bantuan hukum, termasuk memberikan makanan saat para pekerja itu lari atau keluar dari majikannya.

"Kita sudah tak dapat menghitung berapa jumlah orang yang dibantu SPI yang tergabung pada Uni Apro itu, karena sampai saat ini terus aktif memberikan pelayanan kepada pekerja migran yang mengalami kesulitan," kata Shafie.

Sementara itu Dr. Kun W Abyoto menambahkan, pertemuan tingkat Asia pasifik itu juga membahas dampak dari krisis ekonomi global yang sampai kini masih terasa "menggayuti" dari masing-masing korporasi.

"Jika krisis ekonomi tidak ditanggulangi secara bersama-sama, masalahnya akan kian runyam, dan jumlah pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat sehingga akan menggangu kestabilan sosial dan politik. Itulah perlunya melakukan kerjasama pemerintah, pengusaha dan sertikat pekerja," kata Kun.

Dikatakannya, penyelesaian masalah melalui dialog Tripartit akan lebih produktif dibanding melalui demo. Konsep itu juga dikembangkan di negara-negara lain.(*)

(T.Y005/B/Z004/Z004) 29-07-2009 20:03:36

Pewarta: handr
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2009